Judul : FATMAWATI Catatan Kecil Bersama Bung Karno
Penulis : Fatmawati Soekarno
Penerbit : Media Pressindo dan Yayasan Bung Karno
Tahun Tebit : 2016
Kota Penerbit : Yogyakarta
No ISBN : (10) 979-911-600-7
Tebal Halaman : xxii + 274 hlm
Ukuran Buku : 15 x 23 cm
Buku yang berjudul Fatmawati Catatan Kecil Bersama Bung Karno ini merupakan buku yang ditulis oleh Ibu Fatmawati sendiri. Tahun 2016 adalah cetakan keempat buku yang diterbitkan di Yogyakarta. Dalam buku ini Ibu Fatmawati menceritakan segala suatu hal apapun yang beliau alami dan dilengkapi dengan foto-foto pada saat itu. Pada halaman awal, Ibu Fatmawati menuliskan beberapa sajak “ PETA PERJALANAN “ tahun 1977. Lalu halaman selanjutnya terdapat prakata dari Ibu Fatmawati dan juga pengantar dari Guruh Sukarno Putra yang merupakan anak terakhir Bung Karno dan Ibu Fatmawati. Kemudian terdapat juga prakata dari penerbit yang merupakan terbitan keempat setelah terbitan ketiga 33 tahun yang lalu. Dalam buku ini akan membahas beberapa pokok pembahasan yaitu periode Bengkulu, periode zaman Jepang dan kemerdekaan, periode Yogyakarta, periode Istana Merdeka, dan periode Sriwijaya.
Kemudian pada periode Bengkulu, Ibu Fatmawati menceritakan tentang kelahiran Ibu Fatmawati dan juga masa kecil beliau. Ibu Ftamawati lahir di Bengkulu pada tanggal 5 Februari 1923. Ayah dan ibu dari Ibu Fatmawati adalah Hassan Din dan Siti Chadijah. Bengkulu menurut Ibu Fatmawawi adalah pelabuhan tempat eksport hasil hutan dan hasil perkebunan. Ayah dari Ibu Fatmawati adalah seorang pegawai Borsumy dengan pangkat klerk dan gaji yang cukup baik. Pada tahun 20-an ayah Ibu Fatmawati melepas pekerjaannya karena panggilan perjuangan yaitu diorganisasi Muhammadiyah. Masa kecil Ibu Fatmawati tidak seperti anak-anak zaman sekarang. Beliau mengaalami banyak permasalahan karena pada masa itu Indonesia masih dikuasai pleh Belanda. Ibu Fatmawati tinggal di kota kecil tidak jarang keluarganya mengalami krisis rumah tangga. Ibu Fatmawati juga seorang putri yang mandiri, beliau mau meringankan beban orangtuanya dengan berjualan. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa Ibu Fatmawati berkali-kali pindah rumah.
Selanjutnya masih periode Bengkulu dimana pertama kali Ibu Fatmawati bertemu dengan Bung Karno. Pada saat itu Bung Karno memiliki seorang istri yang bernama Ibu Inggit. Ibu Fatmawati juga sempat melanjutkan sekolah bersama Ratna yang merupakan anak angkat Bung Karno dan tinggal di rumah Bung Karno. Namun, terjadi permasalahan yang disebabkan Ratna yang mengharuskanku pulang dan meninggalakan rumah Bung Karno. Setelah kejadian itu, pada suatu waktu Bung Karno mendatangi rumahku. Tak disangka saat itu Bung Karno menyatakan cinta pada Ibu Fatmawati. Namun, Ibu Fatmwati merasa bingung karena Bung Karno sudah memeliki istri. Sehingga ayah menyuruh Ibu Fatmawati untuk menanyakan hal tersebut kepada para tetua. Setelah Ibu Fatmawati bertanya kesana kemari akhirnya beliau mengiyakan Bung Karno namun dengan syarat harus menjadi istri satu-satunya. Setelah Ibu Fatmawati memberi jawaban Bung Karno pergi ke Jawa. Ibu Fatmawati harus menunggu Bung Karno mengikuti perjuangan selama empat tahun dan melakukan pernikahan.
Setelah menikah Ibu Fatmwati dibawa ke Jawa untuk bertemu dengan orangtua Bung Karno dan juga menetap di Jakarta. Perjalanan ke Jawapun merupakan perjalanan yang tidak mudah. Sepanjang perjalanan rombongan Ibu Fatmawati haru was-was terhadap Belanda. Periode Bengkulu berakhir dengan dibawanya Ibu Fatmawati ke Jakarta. Pembahasan yang kedua yaitu mengenai periode zaman Jepang dan kemerdekaan. Periode ini diawali dengan tempat tinggal Ibu Fatmawati di Jakarta yaitu di Pegangsaan Timur 56. Di rumah inilah Ibu Fatmawati melahirkan putra pertama yang bernama Muhammad Guntur Sukarno Putra. Rumah ini juga menjadi saksi kemerdekaan dengan dibacakan teks proklamasi, pengumungan kemerdekaan juga pengibsran bendera merah putih diiringi lagu Indonesia Raya. Saat ini juga menceritakan lahirnya pancasila di gedung Tjo Sangi In dengan pidato Bung Karno yang membara. Selain itu juga tak lupa Ibu Fatmawati menceritakan kejadian di Rengasdengklok. Periode ini merupakan periode yang sangat menegangkan.
Setelah zaman Jepang dan Kemerdekaan kita akan disuguhkan dengan periode Yogyakarta. Pada masa ini Ibu Fatmawati menceritakan hijrahnya ke Yogyakarta dikarenakan Jakarta sudah tidak aman lagi. Di Yogyakarta, Bung Krano dan Ibu Fatmawati tinggal di Gedung Agung. Hijrahnya Bung Karno beserta keluarga menjadikan Yogyakarta sebagai pusat perjuangan. Segala sesuatu mulai pemerintahan dan juga sebagai markas dilakukan di Yogyakarta. Sri Sultan Hamengkubuwono juga memberi bantuan yang sangat mencukupi kebutuhan selama di Yogyakarta. Pergolakan juga tidak henti-hentinya terjadi, dan saat iitu pula lahir putri Ibu Fatmawati yang bernama Megawati. Ibu Fatmawati juga selalu mendampingi Bung Karno disetiap kunjungannya. Pada periode ini juga diceritakan mengenai Agresi Militer Belanda satu dan dua. Hal tersebut mengharuskan keluarga Bung Karno untuk berpindah tempat karena Belanda sudah mengetahui keberadaan Bung Karno. Saat itu juga Bung Karno dan Bung Hatta di bawa ke pulau Bangka dan kami yang berada di Yogyakarya menjadi tahanan Belanda. Hingga Ibu Fatmawati dan yang lainnya juga harus keluar dari Gedung Agung.
Selanjutnya pada saat masa di Istana Merdeka dimana Bung Karno dan keluarga kembali ke Jakarta. Namun, sebelum Bung Karno dan keluarga kembali ke Jakarta keadaan sudah membaik sehingga Bung Karno dan Bung Hatta dilantik sebagai Presiden dan Wakil presiden RIS (Republik Indonesia Serikat). Dalam periode ini Ibu Famawati menceritakan saat dirinya kembali ke Jakarta dan dijemput para kerabatanya. Ibu Fatmawati juga membahas mengenai gedung Istana Merdeka dan Istana Negara di sebelah utaranya. Ibu Fatmawati mendampingi Bung Karno ke berbagai negara untuk kunjungan. Kelahiran putra putri Bung Karno dan Ibu Fatmawati juga diceritakan pada periode ini. Pada tahun 1951 lahir seorang putri yang bernama Dyah Permana Rachmawati Sukarno Putri. Tahun 1952 lahir putri ketiga yang bernama Dyah Mutiara Sukmawati. Terakhir pada tahun 1953 lahir seorah putra yang diberi nama Mohammad Guruh Irianto Sukarno. Kelahiran Guruh merupakan anak terakhir dari Bung Karno dan Ibu Fatmawati.
Kemudian yang terakhir adalah periode Sriwijaya yang dalam buku ini diceritakan sangat singkat. Periode ini menceritakan kepergian Ibu Fatmawati dari Istana Merdeka dikarenakan hubungan beliau dengan Bung Karno yang kian memburuk. Bahkan Ibu Fatmwati juga meninggalkan kelima anaknya di Istana Merdeka. Ibu Fatmawati merasa sedih dan terpukul sekali atas apa yang diperbuat Bung Karno. Dalam periode sebelumnya Bung Karno pernah meminta izin pada Ibu Fatmawati untuk menikah lagi. Namun, Ibu Fatmawati tidak mengizinkannya dan bertahan hingga Guruh lahir. Ibu Fatmawati tetap tegar dan kuat menghadapi apapun yang terjadi. Sehingga buku ini sangat menarik dan seakan-akan membawa para pembacanya terlibat dalam segala peristiwa. Buku ini juga sangat cocok dibaca untuk yang menyukai sosok ibu Fatmawati. Bahasa yang digunakan juga mudah dimengerti. Sehingga para pembaca mudah untuk memahami isi dari buku ini.
0 comments:
Post a Comment