Siang hari menyengat tubuhku yang berselimut jaket abu-abu. Saat itu masuk jam makan siang. Aku buru-buru melajukan motorku ke arah pet shop
di dekat rumah selepas pulang kuliah. Banyak majikan yang membeli makanan untuk peliharaannya di sini, salah satunya aku.
Kubawa keluar sekaleng makanan basah untuk kucing-kucing
yang sudah menungguku di rumah. Sesampainya di rumah, seekor kucing gemuk
berbulu putih duduk di atas kursi ruang tamuku. Dia adalah Oboss. Mata
kuningnya menatap bungkusan hitam di tanganku.
“Aku membawa makanan kesukaanmu, Boss”, kataku sambil
berjalan ke arah dapur, akan menyiapkan santapan terbuat dari ikan itu.
Oboss berjalan perlahan ke arahku yang tengah sibuk mengeluarkan
ikan-ikan mentah dari kaleng. Ia berdiri tak bersuara menatap punggungku.
Aku keluar lewat pintu belakang, mulai memanggil-manggil
kucing-kucing peliharaanku yang berada di luar untuk mendekat.
“Puss.. puss.. sini pus, makan”.
Satu, dua, hingga akhirnya lima kucing mulai mengerubungiku
yang membawa dua buah piring. Kucing-kucing itu kuajak ke garasi, di sebelah
rumah. Oboss mengikuti mereka di belakang. Kutinggalkan piring-piring di garasi
sementara kelima kucing itu menyergap ikan di dalam piring dengan segera. Fokus
mereka sekarang ada pada benda berbau amis yang jumlahnya tak sama rata untuk
dibagi itu. Sementara itu, Oboss memperhatikanku yang mulai berjalan kembali ke
dalam rumah. Ia tak tertarik sama sekali dengan dua piring yang dirubung lima
ekor kucing.
Oboss berjalan mendahuluiku untuk kembali ke rumah. Ia menunggu
dengan tenang di tempat ia biasa makan. Matanya masih menatapku. Aku kembali
sibuk mengeluarkan ikan-ikan dari kaleng. Kali ini, aku hanya membawa satu piring.
Kuletakkan piring itu di depan Oboss.
“Ini makan siangmu, Boss”.
Kucing putih itu mendekati piring dan mulai melahap makan
siangnya. Tak lama, piring itu sudah kosong. Mata kucingnya yang bulat menatapku. Sesaat saja, aku langsung kembali menyendok beberapa ikan berukuran besar keluar dari kaleng. Kuberikan itu pada Oboss yang melahapnya dengan sangat puas.
Kucing-kucing di luar terdengar memanggil-manggil. Mulanya dengan menggaruk-garuk pintu, lalu mengeong sedikit pelan kemudian agak keras, tanda kalau mereka masih lapar. Tak kuhiraukan sama sekali, beberapa menit kemudian suara berisik itu reda. Kucing-kucing akhirnya pergi tidur. Tidur biasa dilakukan peliharaan untuk meredam rasa lapar karena tidak dihiraukan majikannya.
Selesai menyantap makan siang, Oboss kembali duduk di kursi sambil menjilati bulunya. Jam makan siang belum berakhir. Aku berjalan mendekati Oboss. Hembusan napas pendek-pendek keluar dari moncongnya yang pesek. Kugerak-gerakkan tubuhnya yang gempal. Kupanggil namanya berulang kali dari pelan hingga sedikit mengeras. Ia tak menghiraukanku sama sekali bahkan saat aku memanggil dan menggoncang tubuhnya lebih keras lagi, tanda aku lapar. Tak dihiraukan oleh Oboss, aku memutuskan pergi ke kamar untuk tidur meredam rasa lapar.
Selesai menyantap makan siang, Oboss kembali duduk di kursi sambil menjilati bulunya. Jam makan siang belum berakhir. Aku berjalan mendekati Oboss. Hembusan napas pendek-pendek keluar dari moncongnya yang pesek. Kugerak-gerakkan tubuhnya yang gempal. Kupanggil namanya berulang kali dari pelan hingga sedikit mengeras. Ia tak menghiraukanku sama sekali bahkan saat aku memanggil dan menggoncang tubuhnya lebih keras lagi, tanda aku lapar. Tak dihiraukan oleh Oboss, aku memutuskan pergi ke kamar untuk tidur meredam rasa lapar.
0 comments:
Post a Comment