Patjar Boekoe mencari buku di Patjar Merah. Riri/Kelas Kreatif
Jogja dan literasi adalah
dua hal yang menurut saya sulit dipisahkan. Sebab, kota istimewa ini memang tak
pernah kehabisan cara untuk merawat literasi. Penerbit buku menjamur di kota
ini. Diskusi buku tak pernah surut. Begitu pun dengan acara besar terkait literasi
yang tak kalah sering digelar. Benar saja, awal Maret ini Jogja kembali
memanjakan warganya dengan acara literasi.
Ialah festival literasi Patjar Merah. Sebuah
festival literasi bertajuk pasar buku berdiskon besar yang dibersamai acara talkshow. Acara ini berlangsung pada tanggal 2 hingga 10 Maret 2019 di Jalan
Gedong Kuning No. 118, Rejowinangun, Kotagede.
Tak hanya memberikan literasi
melalui buku maupun talkshow, Patjar Merah juga meliterasi pengunjung mengenai
kepedulian lingkungan. Langkah nyata yang diambil ialah dengan tidak
menyediakan kantong plastik untuk mengemas buku yang dibeli Patjar Boekoe.
Oleh karena itu, Patjar
Boeko—sebutan untuk pengunjung Patjar Merah—yang berbelanja buku di Patjar Merah dipersilakan membawa tas terbaik
untuk membawa pulang buku yang dibeli. Sementara untuk memudahkan Patjar Boekoe
dalam membeli buku, Patjar Merah menyediakan tas yang bisa digunakan Patjar
Boekoe untuk mengangkut buku sampai ke meja kasir.
Patjar Merah menawarkan
berbagai genre buku kepada Patjar Boekoe. Mulai dari buku indie, novel/fiksi, buku agama, buku ilmu sosial dan hukum, buku
anak-anak, buku pertanian, buku kesehatan, hingga buku bahasa dan satra. Buku-buku
itu dijual dengan diskon mulai dari 30 persen hingga 80 persen.
talkshow yang diadakan
Patjar Merah juga beragam. Mulai dari talkshow seputar literasi digital, komik,
kisah tanah jawa, literasi anak, dan masih banyak lagi. Tak hanya diskusi,
Patjar Merah juga mengadakan lokakarya. Salah satunya yaitu lokakarya penulisan kreatif berpuisi. Acara-acara
tersebut dilaksanakan sesuai jadwal yang
sudah diatur sepanjang tanggal 2 sampai 10 Maret itu.
Saya sendiri mengikuti talkshow seputar literasi anak yang berlangsung pada Sabtu (9/3) pukul 19.00
sampai 2100 WIB. Diskusi bertajuk “Literasi Anak: Kapan Terakhir Kali Kita
Saling Bercerita?” itu dibersamai oleh narasumber Ria Papermoon dan Naura
Quinta Revana Gunawan, bersama moderator Theoresia Rumthe.
Hal yang menurut saya
menarik dari talkshow tersebut ialah sosok Naura. Gadis kecil berusia 8 tahun
itu merupakan pendongeng cilik. Selain pandai mendongeng, Naura juga bisa berpantomim.
Memang, berpantomim menjadi salah satu cara ia bercerita.
Selama acara berlangsung, Naura tampa begitu antusias. Raut wajahnya ceria. Kepercayaan
dirinya tinggi. Menurut saya, ia adalah gadis kecil yang cerdas.
Naura mengaku bahwa dari
membaca cerita, ia jadi memiliki keinginan untuk bercerita lagi ke orang lain. Naura bercerita untuk menginspirasi orang lain, melatih kepercayaan diri. "Untuk have fun bersama," katanya.
Sementara itu, menurut
Ria Papermoon, bercerita menjadi hal yang penting. Sebab, kita semakin kurang imajinasi karena kurangnya
jumlah orang yang bercerita. Orang lebih banyak mnonton video. Padahal,
mendongeng atau berceritalah yang mampu membuka kanal-kanal imajinasi. Kita
bisa membayangkan sesuatu atau menciptakan sesuatu di kepala kita.
Penampilan Naura di ujung acara. Riri/Kelas Kreatif
Setelah obrolan moderator
dengan dua narasumber itu selesai, dibukalah sesi tanya jawab dengan peserta. Obrolan tentang literasi anak ini kemudian ditutup oleh penampilan Naura yang mendongeng
tentang kisah kupu-kupu dan semut. Penampilan bocah kecil itu pun disambut tepuk tangan riuh para peserta.
Sungguh, acara ini luar
biasa. Tak hanya merawat literasi, acara ini juga sangat menginspirasi.
0 comments:
Post a Comment