MAKNA SANG WAKTU DALAM HIDUP




Judul               : Critical Eleven
Penulis             : Ika Natassa
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Februari 2017
Tebal               : 344 Halaman
ISBN               : 978-620-03-1892-9
Sebuah buku yang mengisahkan sepasang kekasih (Ale dan Anya) yang bertemu ditengah-tengah kesibukkannya dalam bekerja. Sepasang kekasih yang tidak memiliki banyak waktu untuk bersama. Pertemuan mereka selalu singkat, tidak pernah ada waktu yang benar-benar bisa mereka rasakan sebagai quality time bersama. Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Selama perjalanan Jakarta-Sydney membuat mereka memiliki menit-menit berharga dalam hidup nya. Penerbangan Jakarta-Sydney menjadi awal pertemuan singkat mereka, awal pertemuan yang akhirnya dapat menyatukan mereka untuk bersama.

Travel is finding new things and new people to miss

Tanya Laetitia Baskoro atau yang kerap di panggil Anya management consultant yang selalu ditugaskan untuk presentasi ke luar kota bahkan ke luar negeri. Menjadi seorang wanita karir membuat Anya selalu sibuk oleh urusan bisnis nya, termasuk kepentingannya saat ini ia harus terbang ke Sydney karena di tugaskan untuk presentasi didepan clien nya. Dalam hidup nya, Anya selalu mempertanyakan makna hidup, tujuan hidup ini sebenarnya mau ngapain? Apakah aku sudah melakukan apa yang seharusnya aku lakukan sebagai manusia pada umur segini? Rasanya seperti dikejar-kejar Ligwina Hananto yang setiap mengajar financial planning selalu bertanya, “Tujuan lo apa?”. Itulah yang selalu menjadi pertanyaan dalam diri Anya.

Aldebaran Risjad pekerja tambang minyak yang tinggal di rig –pengeboran minyak lepas pantai. Selama hidup nya berada didalam rig, maka dalam dua ratus hari dalam setahun, in the middle of nowhere, tidak ada konser, tidak ada bioskop, hidup Ale hanya berada dalam dinding besi dan laut.
Ale dan Anya bertemu dalam pesawat. Anya dengan tujuan ke Sydney untuk bertemu clien, sedang Ale ke Sydney dengan tujuan hanya ingin menonton konser Coldplay. Dalam dunia penerbangan terkenal istilah Critical Eleven yang berarti sebelas menit paling kritis dalam pesawat karena kecelakaan pesawat umumnya terjadi di rentang waktu itu. Tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing.

Sama dengan halnya sebelas menit kritis dalam perkenalan. Tiga menit pertama saat bertemu seseorang itu kritis sifatnya dari segi kesan pertama. Senyumnya, gesture-nya, our take on their physical appearance. Semua terjadi dalam tiga menit pertama. And then there’s the last eight minutes before you part with someone. Senyumnya, tindak tanduknya, ekspesi wajahnya, tanda-tanda apakah akhir pertemuan itu akan menjadi “andai kita punya waktu bareng lebih lama lagi” atau justru menjadi perpisahan yang sudah ditunggu-tunggu dari tadi.

Itu lah yang terjadi diantara Ale dan Anya. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan serta tawa, dan delapan menit sebelum mereka berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya. Menit-menit itu berlangsung cepat. Waktu adalah satu-satunya hal di dunia ini yang terukur dengan skala sama bagi semua orang, tapi memiliki nilai berbeda bagi setiap orang. Satu menit tetap senilai enam puluh detik, namun lamanya satu menit itu berbeda bagi orang yang sedang sesak napas kena serangan asma, dengan yang sedang dimabuk cinta.

Travel is not being afraid to fall in love with a complete stranger

Sebulan setelah pertemuan Ale dan Anya di pesawat, mereka mulai menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Menjalin hubungan dengan Ale bukan hal gampang bagi Anya. Ia harus rela berbagi Ale dengan pekerjaannya 50:50. Ale memulai karirnya di rig,  lalu terakhir pindah ke offshore oil production facilities. Rig itu untuk sumur-sumur bor, begitu sumurnya sudah di-drilles, lalu di-construct oleh oil production facilities di tengah laut. Rig ini bersifat berjalan, seperti boat raksasa, sedangkan production facilities permanen, bisa beroperasi 25 samai 40 tahun. Siklus pertemuan Anya dan Ale mau tidak mau harus mengikuti siklus pekerjaan Ale: lima minggu Ale menetap di Teluk Meksiko, lalu break lima minggu yang selalu dihabiskan di Jakarta. Tidak ada mobile reception di tengah laut, jadi Anya hanya bisa menunggu Ale yang menelepon menggunakan fasilitas komunikasi di kantornya. Begitu terus, sehingga setiap pertemuan diantara mereka tidak pernah lama.

Meski tidak mudah menjalin hubungan dengan Ale, tapi entah bagaimana caranya Ale membuat Anya mudah jatuh cinta, setiap hari, bahkan ketika dia tidak ada disampingnya sekalipun. Ale membuat Anya mencintainya terasa alami, wajar, tanpa harus berusaha, sealami menarik napas. Ale punya cara sendiri untuk mencintai Anya. Dia ada, bahkan ketika dia tidak ada.dan jika dengan segala kekurangannya dan keterbatasan mereka –keterbatasan waktu, hambatan geografis, Ale mampu membuat Anya merasa dicintai begitu besar. Menganggap segala keterbatasan diantara mereka tidak menjadi masalah, membuat Ale memberanikan diri untuk melamar Anya. Ale dan Anya menjalin lima tahun pernikahan mereka dengan baik dan saling mencintai satu sama lain. Setiap hari mereka selalu melakukan kegiatan romantis yang selalu menunjukkan cinta dan kasih sayang di tengah rutinitas kesibukkan mereka bekerja.

Namun ditengah pernikahan romantis diantara Ale dan Anya tersimpan duka dan luka yang mendalam setelah bayi yang dikandung Anya meninggal dalam kandungan.
Sering kita mendengar sebuah pepatah yang mengatakan bahwa “mulut mu, harimau mu” yang artinya segala perkataan yang diucapkan apabila tidak dipikirkan dahulu dapat merugikan diri sendiri. Itulah yang dialami oleh Ale, suami Anya. Ale telah mengatakan sebuah kalimat yang membuat hati Anya terasa tercabik-cabik, tersakiti, kecewa dan menghancurkan rasa percaya kepada suami nya. Satu kalimat yang terlontar lirih dari bibir Ale “Mungkin kalau dulu kamu tidak terlalu sibuk, Aidan masih hidup, Nya” Aidan adalah nama untuk bayi Ale dan Anya yang hanya dapat mereka lihat untuk sesaat dan setelah itu harus mereka kembalikan lagi kepada Yang Maha Kuasa. Kalimat itu lah yang menghancurkan keharmonisan keluarga Ale dan Anya. Merenggangkan hubungan nya dengan Anya, merusak kepercayaan hati Anya dengan menancapkan pisau tajam yang keluar dari mulutnya.

Satu kalimat yang disesali Ale. Satu kalimat yang membuat Anya benci kepadanya. Anya merasa marah sejak saat itu, sikap Anya langsung berubah dingin dan menutup diri. Dalam waktu satu bulan, Ale berusaha untuk menyembuhkan sakit hati Anya, membuat Anya kembali mengganggapnya sebagai suami yang mencintainya, membuat Anya kembali percaya bahwa dia selalu ada dan tidak akan menyakitinya lagi, dan meyakinkan Anya bahwa ia masih mencintai Anya dengan setulus hati.

Travel is realizing the things you cannot live without. Travel is finding out more reasons to write. And more reasons to live

Selama enam bulan, Ale dan Anya menderita dalam duka yang begitu dalam. Anya selalu menghindari komunikasi dengan Ale, apapun itu, Anya selalu menghindar dari Ale. Sakit hati yang Anya rasakan teramat dalam, namun Ale pun menyimpan duka yang sama menyakitkan nya dalam hati. Hingga pada akhirnya mereka menyadari bahwa mereka sebenarnya membutuhkan satu sama lain. Hingga pada akhirnya Anya sadar bahwa Ale adalah laki-laki yang seharusnya memegang kunci kesembuhan untuk nya. Hingga pada akhirnya Ale sadar bahwa ia harus mampu menyatukan kembali kepingan hati Anya yang telah ia hancurkan. Hingga pada akhirnya mereka kembali di hadapkan dengan sebelas menit terakhir pertemuan mereka yang menjadi bagian paling kritis dalam mengambil keputusan. Hingga pada akhirnya dalam sebelas menit terakhir pertemuan mereka, mereka mendapatkan alasan untuk mereka kembali hidup bersama.

Ika Natassa, seorang banker dengan hobi menulis dan fotografi yang mampu menggambarkan bahwa ternyata kita memiliki waktu krisis yang sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam hidup kita. Diceritakan bergantian dari sudut pandang Ale dan Anya pada setiap bab yang disampai nya menjadi satu poin tambahan untuk memperkuat cerita dalam novel critical eleven. Menjadi salah satu novel national bestseller, novel critical eleven seolah dapat menyihir para pembaca dengan alur cerita yang mengalir secara alami. Membuat pembaca seolah-olah dapat menjadi peran nyata yang sedang dialami oleh tokoh yang diceritakan dalam novel ini. Critical Eleven, novel yang banyak menceritakan tentang perjalanan hidup manusia yang tak pernah dapat kita duga. Novel yang menceritakan tentang bagaimana kita harus menghargai setiap perjalanan hidup ini, entah suka maupun duka, sedih atau bahagia, setiap waktu yang berlalu sangat lah berharga. Critical eleven mengajarkan tentang pelajaran bagaimana kita dapat menentukan sebuah keputusan yang terjadi dalam menit-menit krisis dengan tepat. Novel yang telah meraih penghargaan sebagai national bestseller, akan segera ditayangkan dalam sebuah film yang akan diperankan oleh Reza Rahardian sebagai Ale, dan Adinia Wirasti sebagai Anya.


0 comments:

Post a Comment