Munculnya Manusia Super


            “Apa? Besok malam? Yang benar saja!” tanpa sadar, Jian mulai meninggikan suaranya kepada seseorang yang ada di sebrang telepon. Kemudian ia menghela nafasnya, ketika sadar bahwa ia sedang meninggikan suara kepada istri tercintanya, Maya. Terdengar ucapan permintaan maaf dari sebrang telepon yang mengatakan bahwa istrinya tersebut tidak dapat izin pulang malam ini dari atasan rumah sakit tempat ia bekerja. Kebetulan, rumah sakit tempat Maya bekerja sedang mengadakan kerja sukarelawan di kota kecil yang cukup jauh dari rumahnya berada, sekitar 3 jam perjalanan ditempuh dengan mobil.
“Tapi ini sangat mendadak, aku kira kau akan pulang cepat. Jason pasti akan mencarimu ketika bangun nanti..” Lelaki jangkung itu tidak bisa berhenti melangkahkan kaki jenjangnya itu mondar mandir di ruang tamu dekat jendela. Diletakkannya tangannya itu di pinggangnya, mendengarkan istrinya yang terus memberikan nasihat – nasihat apa yang harus dilakukan Johan ketika anak laki – laki pintar jagoannya yang masih balita, Jason, terbangun dari tidurnya di pagi hari nanti. Atau mungkin malam ini. Johan menatap kosong keluar jendela ruang tamunya. Kendaraan masih berlalu lalang didepan rumahnya meskipun sudah tak banyak lagi.
“Baiklah, apa boleh buat jika para lansia dan orang – orang yang sedang sakit disana sedang membutuhkan bantuanmu. Lagipula, ini sudah larut malam dan jalanan sedang sepi. Gunakan pakaian dan selimut hangat ketika kau tidur dan jangan lewatkan jam makanmu. Aku akan menghubungimu jika terjadi apa – apa. Sampai bertemu besok, Maya.” Helaan nafas Jian yang cukup berat, menunjukkan seberapa beratnya kenyataan bahwa Maya tidak dapat pulang hingga besok malam bagi seorang Jian. Masalahnya, baru kali ini ia ditinggal hanya berduaan saja dengan Jason dan tidak ada catatan – catatan khusus yang ditinggalkan Maya untuk mengurus Jason. Hanyalah pesan – pesan Maya sebelum ia menutup pembicaraannya yang dapat ia andalkan sekarang.
“Ayolah, aku seorang ayah. Sudah pasti aku harus menjaga anakku ketika istriku tak ada. Bisa. Aku pasti bisa! Ah, kau keren sekali” Jian mengangguk – anggukkan kepalanya sambil menatap bayangannya yang samar – samar terlihat di jendela dekat tempatnya berdiri. Sifat lucu dan percaya dirinya yang ia miliki, mungkin merupakan salah satu alasan Maya memilihnya menjadi teman hidupnya. Jian melangkahkan kakinya dengan mantap menuju kamar utama dimana Zidan sang jagoan kecilnya sedang tertidur dengan tenang dan lelap. Tentu saja setelah mengunci semua pintu rumahnya dan memastikan semua keadaan rumah sudah aman untuk ia tidur, sama seperti yang sering istrinya lakukan.
~~~
            Jian meregangkan tubuh kakunya diatas tempat tidur. Ponsel hitam merk keluaran negeri gingseng yang ia letakkan di nakas samping tempat tidur telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Seketika, perasaan mengantuknya hilang. Ia mendudukkan tubuhnya yang masih malas untuk beranjak dari kasur sebentar, lalu menoleh kearah Jason yang masih tertidur pulas. Senyum kecil mengembang tanpa sadar, dan tangannya terulur mengusap rambut sehat dan lembut anaknya, yang ia yakini adalah salah satu dari campur tangan istrinya yang dengan telaten dan penuh kasih sayang merawat anaknya selama ini.
            “Anak pintar, bangunlah ketika ayah sudah selesai dengan urusan rumah, oke?” Jian berbisik pelan lalu beranjak dari kasur nyamannya. Ia melangkah dengan hati – hati, takut membangunkan anaknya. Beranjaklah ia ke ruang tamu dan menemui tumpukan mainan yang tersebar dimana – mana sisa semalam, ketika Jian dan Jason bermain bersama sambil menunggu Maya pulang. Namun ditengah permainan serunya dengan anaknya, Jason kelelahan menunggu dan akhirnya tertidur di pelukan ayahnya. Memikirkannya membuat Jian mau tidak mau juga memikirkan Maya.
Tiba – tiba, ruang tamu yang berantakan di pagi hari membuat Jian merindukan Maya. Jian juga merasa bersalah ketika dulu membiarkan ruang tamu tidak tertata rapi semalaman namun ruang tamunya berubah menjadi rapi ketika ia terbangun. Ia mulai membereskan ruang tamunya, dimulai dari mengambil berbagai koleksi dinosaurus Jason yang tergeletak di lantai. Akhir – akhir ini, Jason sangat tertarik dengan dinosaurus. Kemarin, Jason menyebutkan semua nama – nama dinosaurus yang dia punya, bagaimana mereka berjalan, makanan apa yang mereka makan, apa kegunaan ekornya yang kuat, mengapa ada leher dinosaurus yang panjang, dan hal lainnya yang Jian akui, ia sudah melupakannya karena banyaknya informasi yang masuk secara bertubi – tubi.
Semalam, Jason belajar menyebutkan kata herbivora, karnivora, dan omnivora untuk pertama kalinya serta belajar apa arti dari ketiga kata tersebut. Mengingatnya membuat Jian tersenyum geli. Teringat wajah Jason yang kebingungan ketika mencoba menyebutkan ketiga kata sulit tersebut, lalu memekik kegirangan setelah berhasil menyebutkannya. Jian juga membereskan berbagai macam kendaraan alat berat berwarna dominan abu – abu dan oranye kesukaan Jason serta berbagai buku milih Jason tentang kendaraan alat berat. Semalam, Jason meminta Jian menjelaskan berbagai nama kendaraan alat berat dan Jian membuka buku milik Jason sebagai pegangan ketika ia melupakan suatu nama maupun detail dari kendaraan alat berat tersebut. Teringat wajah lucu Jason yang keningnya berkerut tanda fokus mempelajari kendaraan alat berat tersebut.
“Ayah,” terdengar suara kecil yang agak serak dari balik punggung Jian. Jian membalikkan punggungnya dan menemukan anak laki – laki semata wayangnya tersebut sedang berdiri di daun pintu kamar tidurnya. Rambut – rambut halusnya yang mulai tebal dibandingkan anak seusianya, berdiri tegak seperti ayam jago yang sedang terancam musuh. Tangan mungil nan gempalnya, mengusap – usap wajah dan matanya. Mulut mungilnya yang diapit kedua pipi menggemaskan itu mulai membuka untuk bertanya “Dimana Bunda?”
Sudah kuduga, batin Jian. Ia segara menghampiri jagoan kecilnya tersebut dan mengangkat tubuh mungil Jason sebelum ia mulai menangis mengetahui bahwa Maya tidak ada disaat dia bangun. “Kau sudah bangun, hm? Apa kau tidur dengan nyenyak? Mau makan apa untuk sarapan?” Ia membawa Jason ke ruang makan, mendudukkannya di kursi khusus miliknya dan menaruh beberapa pilihan makanan seperti roti gandum, sereal, dan susu kotak rasa strawberry yang bisa dipilih Jason. Tangan mungil Jason menggapai susu strawberry, sehingga Jian membantu membukakan susu tersebut untuk Jian. Jason mulai mengarahkan sedotan ke mulut mungilnya.
“Uhmm, dimana Bunda?” ucapnya lucu setelah menyeruput habis susu strawberrynya dalam diam. Lagi – lagi Jason mencari Maya, batin Jian. Ia berpikir keras menjawab pertanyaan Jason tanpa membuatnya menangis. Jika Jason menangis, semua akan berantakan. Jian harus menghentikan tangisan Jason dengan cara menelpon Maya yang sedang sibuk bertugas sebagai dokter relawan tersebut. Jian menggendong tubuh mungil Jason yang sudah selesai menyantap sarapannya yang amat sangat sederhana itu, lalu mengusap – usap punggung Jason yang hanya selebar telapak tangannya tersebut.
“Kau merindukan dan mencari – cari Bunda tepat setelah kau bangun tidur, apa kau juga merindukan Ayah seperti kau merindukan Bunda, hm?” Tanya Jian sambil menciumi pipi Jason gemas, mengundang cekikikan melengking yang menggemaskan keluar dari mulut anak laki – laki kebanggaannya itu. “Tidak, aku tidak merindukan Ayah, wleek!” Goda Jason kepada Jian sambil menjulurkan lidahnya. Jian membelalakkan matanya kaget. Bukan merasa sakit hati akan pernyataan anak kesayangannya tersebut, namun kenyataan bahwa Jason sudah bisa menggoda ayahnya sendiri membuat Jian merasa geli. Tangan Jian yang awalnya mengusap – usap punggung Jason geli, mulai bergerak kepinggang kecil Jason membuat Jason memekik kegelian. “Kyaahk! Hentikan, ayaah! Ahahaha!”
“Baiklah, baiklah. Ayo sekarang kita mandi dan menemui Bunda. Sekarang, Bunda sedang merawat orang – orang sakit di desa, apa Jason juga mau membantu seperti Bunda?” Tanya Jian yang langsung disambut dengan anggukan lucu dari Jason. Kakinya melangkah kearah kamar mandi untuk memandikan Jason. Ia melepas pakaian Jason sebelum memandikannya, membuatnya tersenyum senang karena Jason tidak memberontak sekalipun. Sebagai ayah yang biasa sibuk di kantor dan jarang memperhatikan Jason, Jian merasa bahwa istrinya, Maya, sudah mendidik anaknya dengan sangat baik. Bahkan, Jason langsung meraih sikat gigi kecilnya dan mulai menggosok – gosok giginya dengan gerakan perlahan, membuat Jian sedikit menaikkan alisnya terkejut.
“Wow, rupanya Jason sudah bisa menggosok giginya sendiri?” Jian memperhatikan Jason dari pantulan kaca yang menunjukkan Jason sedang fokus menggosok giginya. Mulut kecilnya itu meringis lebar dipenuhi busa pasta gigi dan sikat gigi kuningnya itu bergerak – gerak pelan. Setelah dirasa bersih, Jason mulai membersihkan mulutnya dengan berkumur – kumur. Ia membalikkan badannya dan mendongak menatap ayahnya sambil mengucapkan kata – kata yang membuat tawa Jian pecah ketika mendengarnya, “tentu saja, Jason kan sudah besar!”
“Benarkah kau sudah besar? Kalau begitu, apakah kau juga bisa mandi sendiri?” Jian menaikkan alisnya seolah menantang Jason. Terlihat muka polos Jason yang mengerutkan keningnya tanda sedang berpikir, bibir kecilnya menggumamkan sesuatu sehingga kedua pipi gempalnya bergerak – gerak menggemaskan. Pemandangaan lucu itu membuat Jian menahan tawanya. Terbesit pikiran untuk menjahili Jason di pikiran Jian. Ia mundur, lalu berbalik badan memunggungi Jason dan berjalan kearah pintu sambil berkata “Jika bisa, ayah akan menunggu didepan sambil memakan sarapan ayah. Ayah merasa sangat kelaparan sekarang.”
“Aaah, tidaak!” Jason menarik ujung celana pendek Jian, menahan Jian untuk pergi meninggalkannya. Jian tertawa lepas merasa menang telah menggoda Jason. Jian pun berbalik badan dan mulai memandikan Jason setelah meminta maaf. Meskipun dengan wajah yang merengut lucu, Jason tetap membiarkan Jian memandikannya. Tidak hanya diam, Jason juga bisa menggunakan sabut serta shampoo nya sendiri, membuat Jian makin bangga kepada anaknya tersebut serta berterima kasih kepada Maya yang telah menjaga Jason dengan sangat baik.




0 comments:

Post a Comment