Dibuka dengan adegan sepasang kekasih yang bermesraan,
penonton dibuat tertawa. “Kita tahu adegan selanjutnya, yang tidak kita lihat
sehari-hari adalah bagaimana listrik bisa sampai ke ruangan ini.” Setelahnya,
kita tidak akan menemukan kelucuan lagi.
Film ini mengangkat keresahan yang selama ini dirasakan oleh
masyarakat sekitar tambang batubara. Beberapa kawasan di Kalimantan rusak akibat
galian tambang yang berlebih, serta lubang bekas galian yang tidak diurug. Kerusakan
lingkungan akibat tambang batubara di Kalimantan menyebabkkan masyarakat sekitar
lokasi tambang kehilangan lahan untuk bekerja. Ratusan hektar sawah mereka terpaksa
dijual untuk digunakan sebagai lokasi tambang. Hasilnya, mereka harus mencari
matapencaharian baru.
Menurut film ini, batubara akan terus ditambang selama masyarakat
masih menggunakan listrik konvensional. Pembangkit-pembangkit listrik menggunakan
batubara sebagai bahan bakar utama. Rencana pembangunan infrastruktur
pemerintah Jokowi juga turut membuat batubara semakin banyak dicari. Direncanakan
tahun ini, 35.000 Megawatt listrik akan disediakan untuk mencukupi kebutuhan
listrik nasional.
Peluang tambang batubara yang begitu besar membuat
perusahaan berbondong-bondong melakukan eksploitasi terhadap alam, dan sialnya,
dengan tidak bertanggungjawab.
Film ini turut mengungkap keikutsertaan lingkaran calon
presiden yang ikut pemilu tahun ini. Di belakang Jokowi maupun Prabowo, berjejer
orang-orang yang ternyata selama ini turut andil dalam mengeksploitasi alam di Kalimantan.
Nama seperti Erick Thohir dan Luhut Binsar Pandjaitan di kubu Jokowi, sedangkan
Sandiaga Uno dan Hashim Djojohadikusumo di kubu Prabowo.
Film ini seakan membuka mata kita akan omong kosong Pemilu. Apalagi
bila dikaitkan dengan fenomena fanatisme pendukung masing-masing kubu.
Terbukalah pikiran kita, bahwa selama ini masyarakat hanya diperdaya untuk
dijadikan sapi perah perolehan suara. Semuanya hanya untuk melanggengkan usaha
eksploitasi tambang yang memang benar-benar “sexy” prospeknya.
0 comments:
Post a Comment