Setiap orang pasti
memiliki seorang sahabat, atau paling tidak memiliki seseorang yang setia
disisinya. Seperti aku yang memiliki Linda sebagai sahabatku. Sosok yang selalu
ada untukku tidak peduli bagaimanapun keadaanku dan begitupun aku sebaliknya.
Mungkin bisa dikatakan
bahagiaku adalah bahagianya dan sedihnya
adalah sedihku
Aku dan Linda sudah
bersahabat sejak usia kami masih 4 tahun. Mungkin terdengar aneh, tapi tidak
untuk kami. Mungkin karena kami bertetangga dan rumah kami yang bersebelahan
menjadikan kami dekat hingga menjadi seorang sahabat. Seperti saat ini. Belajar
bersama dan beribadah ke Masjid pun bersama-sama.
Latar belakang keluarga
kami sama-sama beragama Islam. Terlebih keluargaku yang sangat mengedepankan
Agama. Dan keluarga Linda yang cenderung bebas.
Dimana ada Aku disitu pun
ada Linda, begitulah kata orang-orang. Seperti anak kembar katanya. Bahkan kami
bersekolah pun di sekolah yang sama. Mulai dari Taman Kanak-kanak sampai ke
jenjang SMP pun kami masih bersama-sama.
Indah rasanya memiliki
seorang sahabat. Seperti memiliki tempat untuk bercerita keluh kesah ketika
kita malu untuk bercerita dengan Ibu atau Ayah.
Teringat tentang
percakapan antara Aku dan Linda saat kami duduk dibangku taman di sore hari.
”Nan terima kasih tetap
mau menjadi sahabatku walaupun beberapa kali aku pernah membohongi dan
mengecewakan kamu, tetapi kamu tetap selalu ada untukku. Terima kasih telah
mengingatkanku untuk selalu beribadah dan memohon pada Allah. Ayo kita jalin
persahabatan ini sampai akhir dengan tanpa ada lagi kebohongan di antara kita.
Ayo kita menjadi sahabat sesurga”. Ucap Linda saat itu.
“Aku berharap kamu mengambil
hikmah dari apa yang sudah terjadi padamu saat itu dan sudah sepatutnya sebagai
seorang sahabat aku mengingatkanmu akan kewajiban kita sebagai seorang hamba.
Dan juga selalu ada untukmu dan memaafkan kesalahanmu. Seperti katamu ayo
menjadi sahabat sampai ke surganya Allah.” Jawabku saat itu
Tepat setahun setelah
pembicaraan itu, saat itu aku sedang menempuh pendidikanku di salah satu kampus
di Yogyakarta. Aku mendapatkan telepon dari Ibuku.
“Nda Mama cuma mau ngasih
tau kamu kalo Linda sekarang sudah menikah.” Kata Ibuku
“Beneran Ma ? sama siapa
Linda nikah ? kenapa Linda nggak kabarin ke Nanda ya ?” Tanyaku pada Ibu
“Linda nikahnya sama
orang Bali Nda, dia murtad karena hamil diluar nikah.” Jawaban Ibuku seperti
mimpi buruk bagiku. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam benakku bahwa hal
ini akan terjadi.
Tentu saja hal ini
membuatku terkejut, kecewa, dan marah. Namun apa yang bisa aku lakukan ? dimana
janji yang dia ucapkan dulu padaku ? lagi-lagi aku dikecewakan oleh sahabatku
sendiri. Yang bisa aku lakukan hanya menangis menyesali semua yang terjadi, dan
aku marah pada diriku sendiri karena gagal menjaga sahabatku. Impianku untuk
bersahabat hingga akhir, sahabat sesurga katanya, tapi itu hanya menjadi
angan-angan semata. Kecuali jika Allah menghendaki.
Jurniva
Ananda
16419149001
0 comments:
Post a Comment