Memaknai Perjalanan Biasku






Karena kita dapat memilih, maka pilihlah ia yang pantas memperoleh porsi kepedulian dalam diri kita. 

Salah satu kutipan dan sekaligus menjadi motto bagi Dewi Ambarwati. Gadis kelahiran Wonogiri, 29 Juni 1998 ini menerima berbagai pasang surut saat mengikuti seleksi memasuki salah satu perguruan tinggi negeri.  Sejak kecil ia dilatih ketika mengambil keputusan sendiri tentunya harus siap dengan segala macam resiko yang akan mengikutinya. Menempuh pendidikan di SD Negeri II Tameng ia terbiasa mengawali proses belajar dengan jarak yang cukup jauh dari rumahnya. Sedangkan ketika SMP ia menempuh pendidkan di SMP Negeri 1 Giriwoyo lebih jauh lagi dari rumahnya.  Ketika akan menempuh pendidikan lanjutan ia tidak puas hanya merasa tertantang dengan jarak, namun kali ini ia mencoba untuk melanjutkan di sekolah kejuruan. Ke depannya ia  ingin melanjutkan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi sambil bekerja.   Dimulai saat ia memutuskan untuk menempuh pendidikan di  salah satu sekolah menengah kejuruan swasta, dengan tujuan kelak ia bisa kuliah sambil bekerja. Ia tetap memiliki target untuk masuk di perguruan tinggi negeri.

Ketika  usai mengikuti ujian nasional, beberapa kawan fokus mengikuti sosialisasi seputar pekerjaan, ia justru tertarik untuk mengikuti dua hal yaitu seputar dunia perkuliahan dan sosialisasi tentang pekerjaan.
Ia mulai merasakan kesulitan dalam memperoleh informasi seputar kampus negeri seperti yang ia inginkan lantaran sekolah kejuruan memang difokuskan untuk membawa anak didik mereka bekerja ketika sudah lulus. Meskipun juga ada beberapa temannya yang juga melanjutkan pendidikan beberapa perguruan tinggi, namun kebanyakan dari mereka memilih melanjutkan ke pergurun tinggi swasta. Minimnya informasi seputar perguruan tinggi negeri, ia lalu memutuskan untuk mengulik informasi seputar kampus dari kawannya yang saat itu berada di salah satu sekolah menengah negeri.

Beberapa informasi seputar kampus berikut saran prodi ia bicarakan bersama temannya. Saat itu ia menjadikan temannya seperti guru BP yang memberikan referensi seputar kampus dan beberapa jurusan yang sekiranya cocok untuk dirinya. Lengkap dengan pertimbangan jumlah  besar kecilnya pass grade universitas. Ketertinggalan akan mata pelajaran yang berbeda jauh dengan materi yang diujikan, justru membuat ia semakin terpacu untuk masuk ke perguruan tinggi negeri. Dewi kemudian mengikuti salah satu bimbingan belajar. Ia sadar bahwa delapan puluh persen pelajaran yang diterima di sekolah kejuruan adalah praktik dan dua puluh persennya ialah teori.

Ketertinggalan  tersebut terus membuatnya untuk semakin disiplin dengan waktu. Ketika ia berada diantara kawan lain di bimbingan belajar, keraguan sempat menerpa dirinya.  Akan tetapi ia tetap mencoba menyesuaikan diri sekaligus mencoba memahami pelajaran yang selama 3 tahun belakangan ini tidak ia dapatkan di sekolah kejuruannya. Bahkan ia  sempat meminjam beberapa tumpuk lembar kerja sekolah atau LKS SMA temannya. Hal tersebut ia lakukan untuk menjawab beberapa latihan soal  bimbingan belajar yang ia ikuti, ketika ia tidak menemukan jawaban di  buku ringkasan yang diberikan oleh bimbingan belajar saat itu. 

Tidak berhenti di situ ,keputusannya memilih melanjutkan ke kota Yogyakarta sempat juga tidak disetujui oleh kedua orangtuanya, lantaran di kota tersebut jauh dari sanak saudara dan ini merupakan pertama kalinya ibu dan ayahnya melepas  jarak dengannya untuk hidup mandiri.  Waktu itu ia sempat berkata pada Bapak dan Ibunya bahwa ini hanya bagian dari pilihan, dimanapun ia pasti bisa lebih mandiri.  Kedua orang tuanya pun akhirnya mengizinkan ia untuk memasukkan kota Yogyakarta sebagai salah satu pilihannya.

Namun di sisi lain Dewi sempat di terpa keraguan, teman terdekatnya sempat meminta ia mempertimbangkan kembali keputusannya untuk menempuh pendidikan di kota pelajar ini. Ia kerap mendapatkan pertanyaan tentang keputusannya tersebut,  Apakah ia yakin akan menempuh pendidikan  di Yogyakarta? 

Lain lagi beberapa kawan bapaknya juga ikut mengomentari atas keputusannya,  Adapula yang terus mempertanyakan atas keputusannya kenapa mengambil sekolah menengah kejuruan kalau masih ingin melanjutkan pendidikan di perguruan Tinggi.  Beberapa diantaranya bahkan menyarankan untuk memakai biaya bimbingan belajar untuk melakukan pendaftaran di perguruan tinggi swasta. Hal tersebut justru membuat semangatnya kembali terpacu.

Dewi memilih tak melakukan konsultasi dengan guru bimbingan konseling di sekolahnya dan tak menceritakan detail pastinya pada kawan-kawannya di sekolahnya. Ia hanya berkata bahwa usai  sekolah akan melanjutkan ke perguruan tinggi tidak langsung bekerja. Responnya pun beragam, ada yang menyemangati dan ada yang menanyakan keputusannya apakah yakin dia akan kuliah diperguruan tinggi negeri sedangkan ia berasal dari sekolah menengah kejuruan swasta. Waktu yang akan membersamainya menjawab segala macam pertanyaan dan keraguan yang sering ia terima. 

Hingga akhirnya momen yang ia tunggu pun datang pengumuman Seleksi Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Saat itu pengumuan seleksi merupakan hadiah spesial bagi Dewi, tepat sehari sebelum Dewi menginjak usia delapan belas tahun pengumuman bahwa  ia lulus seleksi di perguruan tinggi negeri. Sebuah kado spesial dari Tuhan.

Berkat  dan sikap pantang menyerahnya ia akhirnya berhasil lulus seleksi perguruan tinggi. Saat ini ia sedang menempuh pendidikan di Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Apapun mimpimu yang terpenting usahakanlah. Jangan sampai menyesal suatu hari nanti karena tidak mengusahakan apa yang kita impikan.  Meskipun tantangan yang berdatangan, jadikan hal tersebut sebagai pemacu semangat untuk terus berjuang. Kisah kita di masa depan  terjadi  karena keputusan yang kita pilih hari ini tentunya jangan lupa disertai doa.

0 comments:

Post a Comment