Mantra, Bencana, dan Keberuntungan di Reign of Avalon Berlanjut


Wonderworks Prodigy
(sumber: goodreads.com)
Judul: Wonderworks Prodigy: Petualangan Baru di Reign of Avalon
Penulis: Ginger Elyse Shelley
Penerbit: PING!!!, Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2015
Tebal: 216 halaman
ISBN: 978-602-0806-47-1

Novel Wonderworks Prodigy adalah jawaban atas kelanjutan kisah penyihir-penyihir remaja yang bersekolah di Reign of Avalon. Kisah tersebut tertuang dalam novel prekuel yang berjudul hampir sama—Wonderworks namun diterbitkan oleh Dar! Mizan. Penulis prekuel tersebut ialah Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie—yang namanya tidak wajar panjangnya. Entah apa yang membuat Ziggy akhirnya mengganti nama penanya menjadi Ginger Elyse Shelley, yang pasti buku ini terbit sebagai kelanjutan petualangan Hani Kalista, Axel Marvell, dan kawan-kawannya yang menarik.

Pembaca baru yang tidak mengenal prekuelnya akan penasaran dengan latar belakang kisah dalam buku ini sebab begitu banyak misteri yang diceritakan kembali dalam penjelasan yang kurang detail. Akan tetapi bagi pembaca dan penunggu setia Wonderworks, buku ini mengobati kerinduan mereka akan tokoh-tokoh penyihir muda Reign of Avalon yang telah lulus.

Wonderworks, Prekuel dari Wonderworks Prodigy
(sumber: goodreads.com)
Kisah sebelumnya mengenalkan peserta pelatihan sihir baru dari penjuru dunia yang mendapat Glodscend sebagai undangan untuk bersekolah di Reign of Avalon, sekolah sihir yang berdiri di Glastonbury Abbey dengan dimensi Sentruum. Peserta-peserta tersebut—Hani Kalista, Axel Marvell, Xin Xiao Mei, Kyle Honeywell, Abbey Lee Talbot, Chai Sun Hi, Zoe Marshall, Raksha Rajesh Shrivastava, dan Ethan Barret memiliki keunikan dan keajaiban masing-masing sehingga membuat pembaca asyik dan terhibur dengan tingkah mereka. Tokoh utama dalam novel prekuel ini adalah Hani Kalista, Si Pemilik Keberuntungan yang berasal dari Jakarta. Novel Wonderworks mengisahkan ke-9 peserta ini belajar dan mengendalikan potensi sihir yang terpendam dalam diri mereka hingga pada suatu hari keberuntungan Hani membawa malapetaka di Avalon yang menyebabkan mereka tidak jadi mengikuti ujian.

Berbeda dengan prekuelnya, novel kelanjutan ini berkisah tentang salah satu peserta baru yang masih kecil namun memiliki kemampuan sihir yang besar. Seperti nama bukunya, prodigy berarti anak kecil yang luar biasa pandai. Jika pada siklus lalu terdapat sembilan peserta, maka ada delapan peserta baru yang diundang ke Reign of Avalon pada siklus pelatihan baru ini. Tak hanya itu, buku ini juga menghadirkan kembali alumni Avalon periode sebelumnya. Hani, Xiao Mei, Kyle, dan Axel  kembali ke Avalon sebagai mentor para murid baru, sedangkan Abbey menjadi guru di Avalon. Sementara itu, Chai Sun Hi membuka toko penukaran hadiah di Avalon. Kembalinya penyihir-penyihir ini bagaikan reuni yang dinantikan oleh segenap pembaca Wonderworks dan Hani, tentunya.

Kisah bermula dengan latar empat tahun setelah insiden keberuntungan Hani yang terjadi di Avalon. Sekolah sihir tersebut tengah menerima peserta pelatihan baru yang selalu diadakan setiap empat tahun sekali. Para guru berkumpul di Glastonbury Abbey dan mulai menyebarkan Glodscend, bola cahaya yang akan “memindahkan” peserta-peserta baru dari negara asalnya ke Avalon. Terdapat delapan buah Glodscend yang berarti akan ada delapan peserta baru di Avalon. Akan tetapi, sebuah Glodscend kabur dengan menghilang di udara. Kaburnya bola sihir itu mengindikasikan keistimewaan si penerimanya. Pembaca pun diajak untuk mengungkap siapa peserta yang akan mendapat Glodscend yang kabur tersebut.

Kisah berlanjut dengan kedatangan delapan peserta baru Avalon, yaitu Altan Sevim, Cael Reid, Mariska Sipos, Gabriel Moreno Vega, Lori Grey, Alexis Martinovich, Brielle Roux, dan Robin Locket. Peserta pelatihan baru ini akan menjalani empat bulan masa pelatihan di Avalon sehingga harus tinggal di asrama. Menggandeng tokoh utama baru bernama Robin Locket, bocah berusia 10 tahun yang mendapatkan Glodscend yang kabur, novel ini lebih banyak menaruh perhatian pada Robin dan teman-teman seangkatannya yang istimewa. Ke-8 peserta pelatihan menjalani hari-hari mereka di Avalon sebagai peserta pelatihan. Mereka dikenalkan dengan mantra untuk membuat tongkat sihir, cara menerbangkan sapu terbang, dan transformasi benda, persis seperti kisah-kisah penyihir terkenal lain. Mereka pun mendapatkan jadwal pelatihan dari hari Senin hingga Sabtu yang terdiri dari berbagai jenis sihir seperti sihir umum, transformasi, sihir penyerangan, sihir putih, sihir hitam, telekinesis dan levitasi. Tidak hanya pelatihan di kelas, mereka pun mendapat jadwal untuk berduel sihir di Koloseum.

Kemampuan sihir rupanya tidak hanya berada dalam diri manusia melainkan juga hewan. Dalam buku ini, para penyihir memiliki hewan familiar yang bisa menguatkan sihir mereka. Hewan familiar berasal dari telur bernama pyewacket yang akan menetas jika sihir pemiliknya sudah cukup kuat. Hewan-hewan tersebut tidak muncul di siklus pelatihan sebelumnya, akan tetapi pada siklus ini tiap peserta pelatihan dan para mentor mendapatkan hewan familiar untuk membantu penyihir apabila insiden buruk terjadi.

Sejak insiden yang terjadi di Avalon pada siklus lalu, keamanan ditingkatkan dan para mentor harus bertanggung jawab pada peserta pelatihan. Para mentor masing-masing mendapat tanggung jawab terhadap dua peserta. Hani yang di kisah sebelumnya mendapat porsi paling banyak, kini berkesempatan muncul lebih sering dibanding mentor lain sebab ia bertanggung jawab pada tokoh Robin Locket dan Altan Sevim. Altan Sevim, seperti halnya Robin, merupakan tokoh yang cukup istimewa di kisah ini. Mrs. Wiesner, salah seorang guru di Avalon yang menyadari keistimewaan Robin, mengundang Departemen Pertahanan untuk menyelidiki potensi sihir yang besar pada diri Robin yang kecil.

Konflik mulai muncul ketika Robin mengalami kecelakaan sapu terbang dan tidak bisa bangun. Robin kecil rupanya tidak pernah tidur sejak kedatangannya di Avalon. Ia beralasan bahwa dirinya selalu mengalami mimpi buruk ketika tidur. Insiden tersebut berujung pada kedatangan Adelfo English, mantan guru sihir penyerangan di Avalon yang kini bekerja di Departemen Pertahanan. Adelfo datang atas panggilan dari Mrs. Wiesner untuk menyelidiki Robin. Ia pun mulai menggali data dari para mentor, penjaga perpustakaan, bahkan dari teman-teman seangkatan Robin. Ia mendapati fakta bahwa Robin adalah Robin Johannes Locket yang terkenal dari Georgia dengan IQ tinggi dan pernah menerbitkan buku tentang kakaknya yang koma.

Robin ternyata terjebak dalam mimpi buruk dan tidak bisa bangun. Hani terbawa ke alam mimpi Robin dan ikut-ikutan tidak bisa keluar dari mimpi. Hewan familiar yang dimiliki para mentor akhirnya digunakan Adelfo untuk membangunkan keduanya. Robin pun bercerita tentang mimpi buruknya. Tentang bagaimana kakaknya kecelakaan sehingga harus mendapat donor mata dan akhirnya koma. Juga tentang pendonor mata kakaknya yang telah meninggal tetapi selalu muncul pada mimpi Robin untuk mengambil tubuh kakaknya agar bisa hidup kembali.

Apa yang telah dialami Robin rupanya tidak hanya mendatangkan Adelfo, tapi juga teman-teman Hani lainnya. Raksha yang bekerja di apotekari Departemen Teknologi dan Penemuan Sihir datang untuk memberi ramuan perasaan agar Robin tidak mengalami mimpi buruk lagi. Zoe dan Ethan pun harus datang ke Reign of Avalon pada akhirnya. Bencana akibat mimpi buruk Robin tidak dapat terelakkan. Avalon dan para penyihir berada dalam bahaya karena ternyata insiden pada pelatihan siklus lalu masih berlanjut.

Semua ini sebenarnya bermula pada keinginan kuat Hani untuk berkumpul lagi dengan teman-temannya. Hani yang masih belajar mengendalikan keberuntungannya secara tidak sengaja telah mendatangkan bahaya kepada Avalon. Dengan cara yang ‘ajaib’ seperti pada buku sebelumnya, keberuntungan Hani justru membawa kembali teman-temannya beserta malapetaka ke tanah Avalon.

Banyak hal menarik yg bisa dibaca dari buku ini. Buku yang berasal dari Indonesia ini memang kurang terkenal jika dibandingkan dengan kesohoran serial Harry Potter karangan J. K. Rowling yang menjadi acuan cerita fiksi sihir. Akan tetapi kisah yang disajikan oleh Ziggy alias Ginger ini tidak kalah menarik dan menggugah imajinasi pembaca. Bercerita tentang dunia sihir yang penuh daya imajinatif, buku ini pantas untuk dibaca bagi penikmat Harry Potter tanpa harus mengubahnya menjadi buku serupa. Maksudnya adalah ceritanya sudah menarik tanpa harus menjiplak kisah penyihir Hogwarts itu. Buku ini juga menyuguhkan kesegaran baru dalam dunia sihir. Adanya Glodscend sebagai alat transportasi ke dimensi lain bagaikan portkey dalam dunia Harry Potter namun bentuknya lebih magis ketimbang sepatu boots. Harry Potter punya animagus sebagai bentuk transformasi penyihir namun Wonderworks Prodigy memunculkan  hewan familiar yang bahkan memiliki kemampuan-kemampuan sihir. Pembuatan tongkat oleh penyihirnya langsung dengan mantra juga sangat berbeda dari dunia Harry Potter yang tongkatnya sudah dibuat oleh Ollivanders Si Pembuat Tongkat Sihir. Jika Inggris memiliki buku fiksi sihir kenamaan Harry Potter, maka Indonesia dengan bangga memiliki Wonderworks Prodigy.

Pada akhirnya, buku ini telah menjawab keingintahuan para pembaca Wonderworks yang penasaran akan kisah apa lagi yang terjadi setelah kelulusan Hani dan kawan-kawannya. Ginger maupun Ziggy telah berhasil menggaet pembaca setianya lewat semesta Avalon yang berkekuatan magis. 

0 comments:

Post a Comment