Kisah Tak Biasa dari “Orang-Orang Biasa”


Judul                : Orang-Orang Biasa
Penulis             : Andrea Hirata
Penerbit           : PT Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan           : Pertama
Tahun              : Februari 2019
Tebal               : xii + 300 halaman; 20,5 cm
ISBN               : 978-602-291-524-9
Harga              : Rp89.000,00


            Mereka yang ingin belajar, tidak bisa diusir. Sebuah kalimat ini sebenarnya telah mewakili seluruh isi dari novel ini. Selama 15 tahun pengembaraan di dunia kepenulisan, akhirnya Andrea Hirata berhasil menerbitkan novel ke-10 nya yang berjudul “Orang-Orang Biasa (Ordinary People)”.
            Tidak jauh berbeda dengan karya sebelumnya, Hirata masih dengan temanya mengenai orang-orang marjinal khususnya ketidakadilan pendidikan di Indonesia. Novelnya bermula dari kegagalan penulis dalam memperjuangkan hak seorang anak untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama. Mengenai sosok bernama Putri Belianti bercita-cita untuk masuk di fakultas kedokteran di Universitas Bengkulu.
Berkat kegigihan dan kepandaiannya, Ia berhasil diterima di universitas tersebut. Namun, atas keterbatasan materi yang dimiliki Ia terganjal dalam masalah biaya. Bukan sebuah rahasia publik lagi bahwasannya tuntutan biaya dari fakultas kedokteran memang tidaklah sedikit. Di Indonesia khususnya, fakultas tersebut hanya dapat dimasuki oleh masyarakat dari kalangan atas. Kepandaian masih kalah dibandingkan dengan kekayaan.
            Menyikapi adanya fenomena tersebut Hirata mencoba mengangkat ceritanya secara satire. Sindiran dikemas dengan bahasa yang satire dengan berbagai bumbu humor. Menariknya, unsur kriminal didalamnya dilakukan oleh orang-orang biasa yang sama sekali belum pernah melakukan kejahatan.
            Novel “Orang-Orang Biasa” merupakan jenis Caper Story (fiksi kriminal dengan tokoh protagonis sebagai pelakunya). Bermula dari perkumpulan sepuluh orang yang berniat merampok sebuah bank. Kesamaan misi dalam memperjuangkan hak Putri Beliantilah yang memperkuat tekad mereka.
Sorotan utamanya mereka bersepuluh adalah orang-orang biasa, lugu, dan polos yang belum pernah merampok. Sehingga berbagai cara unik atas kepolosan mereka menjadi daya tarik tersendiri. Rencana-rencana unik nan konyol memancing interaksi dari pembacanya untuk tertawa geli.
Dilihat dari sampulnya, warna kuning dan hitam terlihat sangat mencolok. Hal tersebut dapat menjadi daya tarik untuk menarik calon pembaca. Selain itu, judul buku sengaja dibuat timbul guna meminimalisir tindak pembajakan. Walaupun cukup tebal, namun novel ini masih terbilang ringan untuk dibawa.
Diksi yang digunakan penulis dalam bercerita berhasil membawa pembaca seakan merasakan kejadian secara langsung. Namun alurnya sedikit terbelit-belit, penggambaran beberapa situasi dituliskan secara random. Tentunya hal tersebut menyusahkan orang-orang yang menyukai alur runtut dan searah.
Secara keseluruhan novel ini sangat direkomendasikan bagi para novel addict. Karya ini dapat menjadi momentum yang tepat dalam mengkritisi ketidakadilan di dunia pendidikan. Andrea Hirata berhasil membawa pembacanya untuk masuk ke dalam ceritanya secara langsung.




Penulis merupakan seorang mahasiswi kelas kreatif di salah satu universitas ternama di Yogyakarta.
Chika Amazella Subekti

0 comments:

Post a Comment