JANGAN JADIKAN TAKUTMU ALASAN UNTUKMU BERHENTI


   Tulisan ini akan mengisahkan sosok anak perempuan yang memiliki ketakutan. Sosok anak perempuan itu bernama Nufasah Umri Hafifah. Ia lahir pada tanggal 27 Februari 1998 dari pasangan Sumardi dan Sri Suparni Puji Asih. Ia merupakan anak terakhir dari dua bersaudara. Kakaknya pun juga perempuan, ia bernama Hafsah Umri Salsabila. Fifah, begitu sapaannya, sangat akrab dengan kakak perempuannya itu.








   21 tahun 3 bulan yang lalu, Ibu Fifah berjuang untuk melahirkannya. Fifah tidak bisa dilahirkan secara normal. Ia harus dipacu agar bisa lahir dengan selamat. Akhirnya, berkat perjuangan sang Ibu ia berhasil hadir melengkapi keluarga kecil itu di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

   Semasa kecilnya ia memiliki ketakutan luar biasa akan dunia. Ia takut kembang api, ia akan menangis jika diajak berkendara dengan angkutan umum (angkot), ia akan lari jika bertemu dengan wanita yang memakai niqab dan burka, ia takut di kejar anjing, ia takut dengan wanita yang memakai konde, ia akan menangis jika di ajak sang ibu pergi kondangan karena ia takut dengan sang pengantin yang memakai riasan, ia bahkan selalu percaya akan perkataan orang dewasa. Fifah yang berumur 21 tahun kini sadar hal-hal itu sangat konyol untuk ditakuti dan sesungguhnya perkataan orang dewasa yang ia percaya dulu hanya lah untuk menakutinya. Membuatnya semakin takut dengan dunia.

   Ketakutan terbesar Fifah adalah ketika ia harus tampil di depan umum. Saat ia harus melakukan itu ia akan cemas berlebihan hingga tangannya dingin dan berkeringat. Hal itu ia rasakan saat memasuki sekolah dasar. Padahal saat ia menduduki taman kanak-kanak yaitu TK Aisyiyah Bushtanul Athfal (TK ABA) Serang ia tidak pernah merasakan hal itu. Bahkan ia menjadi perwakilan dari TK ABA Serang bersama kelima temannya untuk mengikuti lomba menari baik tingkat kecamatan, kabupaten, bahkan provinsi. Fifah yang menduduki taman kanak-kanak pada saat itu pun bahkan mendaftar ke sanggar tari dan berhasil tampil di tempat umum tanpa merasakan cemas yang berlebih.

   Namun, kepercayaan dirinya pada saat duduk di taman kanak-kanak sirna begitu saja tanpa sebab saat ia memasuki sekolah dasar. Mungkin hal itu disebabkan karena ia harus bertemu dengan orang-orang baru, pikirnya. Ia pun bercerita pada saat kelulusan sekolah dasar yaitu di SD N 1 Pengasih, ia dipercayai oleh wali kelas untuk membacakan ucapan perpisahan di depan kepala sekolah, guru-guru, orang tua murid, dan teman-temannya.

   Namun, saat gilirannya tiba untuk maju membacakan, Fifah terkena serangan kecemasan berlebih secara mendadak. Ia akhirnya membaca dengan tangan gemetaran serta berkeringat. Ia pun mendapati bahwa ia membaca terlalu cepat sehingga makna dari ucapan perpisahan tidak tersampaikan sepenuhnya. Hal sama ia alami saat harus mengikuti lomba puisi. Dua kejadian itu selalu ia sesalkan hingga sekarang.

   Memasuki bangku sekolah menengah pertama yaitu di SMP N 3 Pengasih, ketakutannya itu semakin menjadi. Bahkan saat duduk di bangku SMP hanya di tunjuk untuk maju kedepan mengerjakan soal pun ia akan cemas berlebih. Tangannya mulai dingin dan berkeringat, ia tidak bisa diam. Pernah suatu saat ia di tunjuk oleh guru seni tarinya untuk membawakan tarian pada saat perpisahan kakak kelas. Ia akhirnya menyanggupi. Namun, saat berlatih di tengah jalan ia pun mengurungkan niat untuk tampil. Ia akhirnya mundur dari pentas. Ia meyakini bahwa ia tidak bisa melakukannya, ketakutan untuk tampil di depan umum selalu menghantuinya. Kesekian kalinya, ia menyesali sifat pengecutnya tersebut.

   Setelah dinyatakan lulus dari SMP N 3 Pengasih ia pun melanjutkan ke jenjang sekolah menengah atas. Ia berhasil diterima di SMA N 2 Wates. Memasuki SMA ia berniat bahwa ia harus mengubah sifat dan sikapnya. “Aku tidak bisa terus begini” ucapnya selalu. Untungnya, saat masa SMA ia secara bertahap bisa mengendalikan kecemasan berlebihnya itu. Ia bisa mulai tampil lebih percaya diri lagi saat ia memasuki jenjang SMA. Fifah kemudian memutuskan untuk mengikuti klub teater. Bersama dengan teman-teman klub teaternya, Andante (Action SMADA on Theatre), ia berhasil membawakan perannya saat pentas perpisahan kakak kelas. Berkat keberhasilan Andante pada pentas perpisahan, Andante pun di percaya untuk mengisi pada saat acara buka bersama alumni SMA N 2 Wates.

   Hal tersebut membuat Fifah kembali menemukan kepercayaan dirinya. Ia bersama beberapa teman klub Andante kemudian juga bergabung ke Teater Kulon Progo. Penampilan solo megah Teater Kulon Progo yang mengusung nama panggung “Sugriwa-Subali” berhasil terlaksana di Balai Desa Wates. Kali ini bukan penyesalan yang ia dapati, ia merasa bangga akan dirinya.



   Takut, tidak menjadikanmu untuk tidak melakukan kehendakmu. Rasa takut harus kau hadapi. Ia akan menjadi suatu tantangan tersendiri. Kamu akan merasakan kebanggaan tersendiri jika kamu berhasil menaklukkan rasa takutmu itu. Seperti halnya kisah dari Nufasah Umri Hafifah di atas. Ia berharap orang-orang diluar sana dapat menghadapi rasa takutnya dengan percaya diri. Fifah sekarang sudah berumur 21 tahun. Ia adalah seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta. Hingga sekarang ia pun sebenarnya masih berusaha menangkal ketakutannya yang lain. Tak lupa, ia juga terus bermimpi.

______________________________________________________________________________________________________

“Bahkan dulu aku gak bisa tidur setelah ada orang meninggal yang dikubur di pemakaman samping rumahku, takut di gentayangin L Aku dulu juga selalu kepikiran kalau ada kecelakaan di depan rumahku. Tapi sekarang bahkan aku gemar nonton film Horror-Thriller-Slasher,” tutur Fifah.

0 comments:

Post a Comment