Jangan Berhenti Jadi Diri Sendiri




Lahirnya Si Anak Sulung

Setiap anak pasti diberkahi dengan keunikannya masing-masing. Tetapi tidak setiap orang memaknai keunikan tersebut sebagai sebuah kelebihan. Setidaknya itulah yang diyakini oleh Syafrie Mufariza, seorang lelaki yang terlahir kidal. Siapa sebenarnya dia? Syafrie atau yang kerap disapa dengan Iza, adalah orang kelahiran Indramayu yang juga merupakan kota kelahiran kedua orang tuanya. Ia lahir pada hari Senin, 1 Juni 1998, bertepatan dengan peringatan hari lahirnya Pancasila. Dia merupakan anak pertama dari pasangan Pudjiharto–seorang sarjana ekonomi–dan Rustinih yang hanya lulusan SMA. Awalnya, kedua orang tuanya hanya memberikan nama Mufariza yang terdiri dari satu nama saja layaknya kedua orang tua dia sendiri. Tetapi kemudian orang tuanya memutuskan untuk memberikan nama depan Syafrie yang terinsipirasi dari Sjafrie Sjamsoeddin yang kala itu adalah seorang jenderal.

Masa kecil Syafrie diisi dengan berkeliling provinsi yang ada di pulau Jawa, alasannya yaitu karena ayahnya selalu dipindahtugaskan setiap beberapa tahun. Pada saat ia masih berumur sekitar dua tahun, ia harus sudah meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bertempat tinggal di daerah Kotagede dengan mengontrak, ia menghabisi masa-masa pra sekolahnya dengan bermain bersama tetangganya saja. Sesekali ayahnya mengajak Syafrie ke kebun binatang menggunakan sepeda motor Honda Win. Meskipun saat itu keadaan ekonomi keluarganya tidak terlalu baik dan tidak terlalu buruk, Syafrie tetap menjalani masa kecilnya dengan penuh keceriaan.

Mengenal Bahasa Inggris Saat Masih Balita

Layaknya kebanyakan balita, Syafrie diajarkan dasar-dasar menghitung, alfabet, dan lagu-lagu anak kecil. Namun ia juga diajarkan Iqra dan huruf Hijaiyahnya serta Bahasa Inggris. Cara orang tuanya mengajarkan Bahasa Inggris yaitu dengan menunjukkan benda-benda yang ada di rumahnya dan kemudian menyebutkan nama benda tersebut dalam Bahasa Indonesia dan juga Inggris. Sedangkan untuk mengajarkan angka dalam Bahasa Inggris, ayahnya menggunakan kalender dan menyebutkan angka 1 hingga 10 dalam Bahasa Inggris. Kemampuan lainnya ketika masih balita yaitu dapat menghafal huruf hijaiyah dari alif hingga ya, kemudian melafalkan kembali dari huruf ya sampai alif.

Sekolah Bukanlah Tempatnya

Memasuki usia 4 tahun, ia pergi meninggalkan Yogyakarta dan berpindah ke Lamongan, Jawa Timur. Di sinilah ia mulai memasuki dunia pendidikan dan mengenal anak-anak sebayanya. Namun ternyata ia tidak pandai untuk membuat teman baru di Taman Kanak-kanak. Sehingga ibunya berusaha mengenalkan Syafrie ke sebagian teman sebayanya. Ia pun kemudian berteman akrab dengan Diki, seorang anak laki-laki dari penjual bakso yang tidak jauh dari tempatnya tinggal.

Sayangnya, belum sempat menginjak 1 tahun di Lamongan, Syafrie dan orang tuanya harus pindah lagi. Kali ini ia mengitari jarak yang jauh dari Jawa Timur, yaitu ke Jawa Barat–tepatnya ke Tasikmalaya. Begitu pun dengan pendidikannya, ia pun harus berpindah TK dari yang awalnya di Lamongan, ke TK Murni Asih yang ada di Tasikmalaya. Di TK barunya pun, ia masih kesulitan mendapat teman baru. Karena hal tersebut ia masih harus ditemani ibunya selama kelas berlangsung, dengan ibunya duduk didekatnya. Meskipun ia adalah anak yang mudah menyerap pelajaran, tapi ia tidak pernah merasa sekolah adalah tempat baginya.

Temannya di TK yang cukup akrab adalah Azhar atau biasa dipanggil Ajay. Tak lama setelah ia berada di TK tersebut, murid pindahan selain dirinya pun muncul. Murid pindahan tersebut bernama Krisna Dewantara. Krisna lah yang kemudian mengenalkan console dan video games kepada Syafrie.
Azhar dan Krisna tinggal di komplek perumahan yang sama dengan Syafrie, sehingga ia sering menghabiskan waktu bermain di salah satu rumah temannya. Keluarga Krisna merupakan keluarga yang tergolong cukup kaya, oleh karenanya Krisna di usianya yang masih muda sudah bisa menikmati permainan di PS1 dan juga PS2. Syafrie mulai menemukan ketertarikannya pada video game semenjak ia kenal dengan Krisna. Meskipun terlihat memiliki ketertarikan yang mendalam pada video game, orang tua Syafrie tidak memiliki cukup biaya untuk membelikan mainan yang mahal untuk anaknya. Sehingga ia tidak dapat merasakan permainan console di rumahnya sendiri dalam jangka waktu yang cukup lama.

Prestasi dan Hobi Di Bangku Sekolah Dasar

Persahabatan antara Syafrie dan Krisna berlanjut hingga mereka mengenyam bangku sekolah dasar. Mereka berdua mengenyam pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Cintaraja yang terletak di Jl. Singaparna. Layaknya rival di beberapa film laga, Syafrie dan Krisna saling berkompetisi untuk mendapat peringkat tiga teratas di kelas. Sayangnya, Syafrie selalu berada di bawah peringkat Krisna. Sampai pada akhirnya Krisna terpaksa berpindah SD karena pekerjaan ayahnya. Karena hal tersebut, Syafrie pun bermain dengan teman sekelas lainnya yang bernama Fahrizal dan Riki. Dan di rumah ia hanya bermain dengan teman-teman perempuan sebayanya.

Memasuki kelas tiga SD, ia mendapat tetangga baru sekaligus teman baru. Ia bernama Rama, yang kebetulan juga memiliki console PS1. Rama pun menjadi teman sepermainannya meskipun terpaut umur sekitar 4 tahunan. Terlepas dari video game, Syafrie dan Rama masih bermain di luar rumah layaknya anak 90an. Satu lagi teman sepermainan yang belum disebut yaitu Bani atau biasa disapa Baban. Bertiga mereka menjadi trio sepermainan dengan jarak umur yang cukup variatif.

Menduduki bangku kelas empat, Syafrie akhirnya diberikan hadiah PS2 oleh kedua orang tuanya. Hadiah ini merupakan hadiah mahal pertama yang ia terima. Alasan kedua orang tuanya membelikan ia PS2 adalah karena Syafrie hampir tidak pernah absen bermain di tempat rental PS2 di dekat rumahnya. Hadiah ini juga pada awalnya merupakan sebuah motivasi agar Syafrie tetap giat belajar dan menjaga peringkat gemilangnya di bangku SD.

Namun sayangnya, ketika kenaikan kelas datang, Syafrie tidak lagi mendapat peringkat 3 besar yang tiga tahun lalu ia dapatkan berturut-turut. Banyak yang berpikiran pasti ini karena pengaruh video game dan PS2 yang baru saja diberikan kedua orang tuanya. Kenyataanya sejak dari awal sekolah memang bukanlah tempat baginya. Kini ia mendapatkan barang yang selama ini ia impikan, maka selama beberapa tahun selanjutnya ia selalu berkecimpung di dunia gaming.

Orang Tua yang Suportif

Penurunan di bidang akademisnya berlanjut hingga ia berada di bangku kelas enam SD. Meskipun begitu, kedua orang tuanya tidak pernah menyita atau merampas PS2 dari tangannya. Mereka hanya memberikan nasihat dan motivasi agar anaknya mampu memperoleh ilmu yang bermanfaat di sekolah, tidak mewajibkan dia untuk mendapat peringkat teratas. Karena sebenarnya console PS2-nya adalah teman terbaiknya dan jika orang tuanya merampas barang tersebut, bisa membuat minatnya untuk datang ke sekolah makin menurun.

Tidak banyak yang tahu, bahwasannya melalui video game ini, Syafrie mampu memperkaya kosa kata dan memahami beberapa istilah dan idiom Bahasa Inggris. Sehingga dapat dikatakan bahwa video game bukan hanya seorang teman, tetapi juga guru terbaik yang Syafrie miliki. Walaupun kemampuan Bahasa Inggrisnya ini terdengar sampai ke telinga para tetangga yang berprofesi guru dan menyarankannya untuk mengikuti les, Syafrie menolak melakukan hal tersebut dan mengatakan bahwa ia bisa mempelajarinya sendiri lebih dalam di kemudian hari.

Pada semester kedua di kelas enam, ia harus pindah kembali ke kampung halamannya, yaitu Indramayu. Padahal sebenarnya hanya butuh satu semester lagi agar ia bisa mengerjakan UASBN dan ikut perpisahan pada teman-teman SD-nya. Namun apa daya tuntutan pekerjaan ayahnya harus membuatnya berpisah dengan beberapa sahabat baiknya.

Video Game Membantunya Mendapatkan Teman Baru

Semenjak ia berkenalan dengan Krisna hingga ia duduk di bangku SMP pun, Syafrie mendapatkan teman baru karena video game. Hal itulah yang membantunya menghadapi hambatan yang ada dalam dirinya untuk mencoba berkenalan dan memulai pembicaraan kepada seseorang yang baru ia temui.
Tidak hanya di dunia nyata, semasa SMP pun ia mendapat beberapa teman baru di dalam beberapa game. Salah satunya yaitu game Stick Run, sebuah game platformer yang ada di Facebook. Kala itu ia mendapat beberapa teman dalam negeri dan juga dari luar negeri. Dan dari tahun ke tahun, perkembangan kemampuan Bahasa Inggrisnya makin meningkat. Hal ini tentu saja membuatnya makin sering diandalkan teman-teman sekelasnya dan juga menjadi murid favorit guru Bahasa Inggris di sekolahnya.

Hingga sampai saat biografi ini ditulis, ia pun masih terus mendapatkan teman baru sesama pecinta game. Dan banyak dari mereka masih melakukan kontak rutin meskipun dari kota yang berbeda. Karena semua hal yang ada di dunia ini selalu memiliki sisi positif, tidak terkecuali video game.

“Jangan terlalu mudah mengikuti apa yang orang katakan, karena pada dasarnya hanya dirimu yang mengetahui potensi dan kebahagiaan yang ada pada dirimu. Jadi jangan pernah berhenti untuk menjadi diri sendiri.” - Syafrie Mufariza

0 comments:

Post a Comment