WHAT THE UNIQUE OF THIS CHICK

“if we could go back in time with time capsule, what memory will you choose?”

1998—Anggota Baru

Bulan purnama menggantung di langit malam 5 September 1998 di Bengkalis, Riau. Seorang ibu beranak dua mendapat berkah malam itu dengan lahirnya jabang bayi. Di dalam bilik rumah, sang suami mengadzani gadis kecil yang merengek di tengah malam. Ibu ditemani bidan Jawa yang terus-terusan memberi doa dan selamat kepada kedua suami istri yang kini beranak tiga itu. Sang putri kecil diberikan nama dengan tiga kata: Analisa yang berarti anak Bengkalis asli, Yudika yang dalam istilah hukum berarti keadilan, dan Wulandari. Kedua nama diberikan oleh orang tua si bayi kecil, namun untuk nama terakhir, merupakan kenang-kenangan dari indahnya purnama bagi sepasang suami istri malam itu.

Analisa adalah anggota baru dalam keluarga Taufik Rahman dan Yulini. Sebelumnya, kedua ayah dan ibunya telah memiliki putri sulung bernama Anita Yusticia Sari dan seorang putra, Agung Candra Yuristra. Keluarganya berasal dari Sumatera Selatan. Setiap empat tahun, sang ayah berpindah tugas (dinas) ke tempat lain, dan Bengkalis adalah tempat dinas keduanya. Selama kira-kira satu tahun, Analisa menjalani masa merangkak dan berjalannya di Bengkalis hingga tahun 2000, ayahnya kembali dipindah ke wilayah lain yaitu Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

2006—Sebuah Bencana

SD-saksi kesulitan beradaptasi
Analisa tumbuh di tempat-tempat yang berbeda. Mulai dari Bengkalis—tempat ia mendapat memori masa kecil yang kini tidak bisa ia ingat, Muara Enim—yang mempertemukan ia dengan teman-teman sekolah dasarnya yang karib, hingga Magelang. Di Magelang lah, Analisa menjalani sebagian besar masa hidupnya. Dirinya pindah ke Magelang mengikuti sang ayah sejak tahun 2006 ketika ia masih duduk di bangku kelas 3 SD. Selama ini ia mengenal bahasa Sumatera dalam bercakap-cakap sehingga kepindahan keluarganya ke Magelang, Jawa Tengah, adalah bencana. Ia sama sekali tidak dapat berkomunikasi dengan lancar dengan teman-temannya. Adaptasi sangat sulit dilakukan kala itu. Analisa pun kesulitan mengikuti pelajaran terutama Bahasa Jawa yang 360 derajat berbeda dari bahasa kesehariannya. Peringkatnya di sekolah turun drastis hingga angka 32. Menyedihkan.

Tak disangka, Analisa mulai lancar berdialog menggunakan bahasa Jawa. Bahkan tidak sedikit orang yang kecelik menganggap dirinya orang Jawa. Ia pun lebih mudah mendapat teman meskipun sebagai minoritas di sekolahnya.

2013—Belajar Agar Tidak Belajar

Sejak SMP, Analisa terkesan sebagai murid baik-baik yang rajin belajar. Meski awalnya ia ragu bersaing dengan murid-murid jago lainnya, ia akhirnya berubah semenjak tengah semester kedua di bangku kelas 7. Sejak itu, Analisa hampir selalu menduduki peringkat 2 besar di kelas. Ia pun kerap tampil dalam lomba-lomba.

kamus adalah sahabat karib
(tapi bukan ini kamusnya)
Ia juga dikenal guru-gurunya berkat kemampuannya dalam berbagai mata pelajaran, terutama bahasa Inggris. Analisa memang suka dengan pelajaran yang satu itu. Ayahnya pandai bahasa Inggris dan menurunkan kemampuannya kepada si sulung dan si bungsu, Analisa. Ketika teman-temannya berbekal Alfalink (kamus elektronik yang tenar pada jamannya), Analisa justru berkutat dengan kamus yang tebal. Meski begitu, ia jauh lebih cekatan mencari arti kata dalam kamus. Ia belajar bahasa Inggris dengan mencatat setiap kata yang tidak ia ketahui artinya dan mencarinya di dalam kamus. Ketekunannya menjadikan ia pandai berbahasa Inggris bahkan tanpa menempuh les yang mahal.

Prinsipnya dalam belajar sangat tidak terduga namun masuk akal. Jangan sampai belajar dua kali. Ia tidak ingin mengulang pelajaran atau ujian alias remidi. Baginya, belajar sangat tidak menyenangkan dan membuatnya selalu tertekan. Ketidaksukaannya pada belajar lah yang menggerakkan dirinya untuk belajar hingga tanpa sadar dirinya mencapai 100 ketika yang lain hanya sebatas 70. Akhirnya, ketika lulus dari SMP, Analisa mendapat nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolah dan mendapat hadiah uang serta kebanggaan.

2014—Jalan yang Dihindari Mereka

Berbekal NIM yang tinggi, Analisa bisa saja mendaftar pada sekolah nomor satu di kotanya dan tanpa ragu diterima. Akan tetapi, ia lebih memilih SMA N 4 Magelang untuk meneruskan perjalanan. Di sekolahnya ini, ia mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya. Ia memilih masuk ke kelas imersi yang menggunakan bilingual atau dua bahasa dalam pelajaran-pelajarannya. Pada tahun kedua, dirinya memilih pindah jurusan yang semula IPA menjadi Bahasa. Kecintaannya pada bahasa terutama bahasa Inggris mengarahkannya pada kelas Bahasa yang hanya diminati 17 murid.
kelas Bahasa selalu ditunggu-tunggu saat pensi
Berkali-kali ia memilih jalan yang oleh kebanyakan orang akan dihindari. Selain memilih SMA yang kurang favorit, kelas imersi yang repot, dan kelas Bahasa yang sepi, Analisa juga memilih organisasi sekolah di SMA yang kurang diminati kala itu. Ia masuk Ambalan Abikarya, Pramuka di SMAnya.

bersama 27 selalu membuat bahagia
Analisa yang lemah itu kemudian ditempa fisik dan mentalnya selama tiga tahun. Setiap pagi dan sore, ia harus apel dan baris berbaris. Latihan fisik tidak pernah lewat, suara lantang selalu menggaung, disiplin nomor satu. Baginya, Abikarya sudah membentuknya menjadi pribadi yang lebih tegas dan bermental kuat. Dari Abikarya pula lah, Analisa mendapat saudara-saudara baru bernama 27 yang hingga kini masih berhubungan baik dengannya. Jalan yang telah ia pilih itu kini memberikannya bekal yang tidak pernah ia duga sebelumnya.  

2016—Memilih Tanpa Menyesali

Analisa & teman-teman Ilkom
Memasuki dunia perkuliahan, Analisa lagi-lagi harus memilih. Ia diterima di dua jurusan sekaligus yaitu S1 Pariwisata UGM dan S1 Ilmu Komunikasi UNY. Keinginan orang tua menjadi pertimbangan yang sangat berat baginya sebab keinginan tersebut bertentangan dengan keinginannya sendiri. Dengan latar belakang jurusan yang masih baru, Analisa justru memilih Ilmu Komunikasi UNY. Ia pun mulai menjalani kehidupan kuliah sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi.

Selama berkuliah, Analisa telah menjalani serangkaian pengalaman. Ia berkenalan dengan proses pembuatan film pendek yang menariknya untuk menjadi penulis naskah pada film-film pendek garapannya dengan teman-teman. Ia masih mencintai bahasa Inggris, tentunya. Ia pun mendapat keuntungan dari kecintaannya ini. Skor Protefl yang tinggi mengantarkan uang Rp1.000.000,00 kepadanya. 

Pertama kali ke luar negeri, Bangi, Malaysia
Tahun 2017, ia berkesempatan untuk Sit In di Universiti Kebangsaan Malaysia dengan dibiayai oleh universitas. Berkat pengalamannya tersebut, ia juga dianugerahi penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi di bidang penalaran dan mendapat sejumlah uang. Menjajal berbagai macam kegiatan juga ia lakukan seperti menjadi enumerator penelitian kakak tingkatnya. Ia mendapat uang saku yang lumayan sebagai hasilnya mewawancarai 20 turis asing di Jalan Malioboro selama 5 hari.

2019—Kini

Analisa masih berusaha “mencintai belajar” agar dirinya lebih berguna tak hanya bagi diri sendiri namun pula bagi orang-orang. Ia menjadi lebih peduli pada media, kesetaraan gender, lingkungan, dan hewan-hewan. Salah satu kepeduliannya pada lingkungan terwujud pada keikutsertaanya pada kompetisi yang diadakan WWF Indonesia, organisasi nirlaba yang bergerak dalam konservasi lingkungan. Ia berhasil menjuarai kompetisi video kampanye yang menentang perdagangan sirip hiu untuk disantap dan mengantarkannya lebih dekat kepada WWF Indonesia, mimpinya. Ya, Analisa bermimpi untuk bisa bekerja di WWF suatu saat nanti.

Kini, Analisa masih harus menjalani perkuliahan di semester 6 akhir. Banyak hal telah ia pilih dan lalui. Perjalanannya, ia harapkan, masih panjang. Satu hal yang kini sudah ia pahami: sesudah memilih jalanmu sendiri, jangan lupa untuk dijalani.

Catatan akhir penulis:
Ketika teman-teman yang lain menulis biografi dengan singkat, saya mulai ragu untuk berkisah, tapi sekali lagi, saya memilih yang tidak orang-orang pilih, menuliskannya dengan panjang. 
Jadi, apa yang unik dari perempuan yang adalah saya ini?

0 comments:

Post a Comment