22 November 1997. Seorang bayi perempuan, buah pernikahan
dari Subagyo dan Juwahyuni lahir di dunia. Bertekad membesarkan anak sendiri di
lingkungan militer, mereka asuh dengan kasih dan sayang. Ainun Rahma Asmoweni
langsung terdaulat menjadi anak pertama di keluarga. Sejak kecil selalu membawa
kebahagiaan bagi orang di sekitarnya. Maklum, Ainun merupakan cucu pertama dari
orang tua Juwahyuni. Bagi lingkungan rumahnya Ainun dilihat ceria karena lahir
dari pasangan muda yang bahagia. Terkenal aktif dan pemberani, Ainun kecil
memiliki banyak teman laki-laki bahkan yang lebih tua dari sesusianya.
Tiga tahun kemudian, bayi perempuan lahir dari rahim
Juwahyuni. Ainun yang berusia tiga tahun membuat iba orang-orang sekelilingnya.
“Anak sekecil ini punya adik, kasian sekali.” Pikir orang kebanyakan. Maklum,
umur tiga tahun masih butuh perhatian penuh dari orang tua. Apalagi Juwahyuni
merasa tidak sanggup mengasuh dua anak yang masih kecil-kecil.
Ainun hidup dengan banyak perhatian dari lingkungan.
Tetangga senang jika rumahnya disambangi Ainun. Apalagi nanek dan kakek di
kampung halaman, pasti akan sangan senang bila Ainun datang. Ya, itu salah satu
cara Juwahyuni dan Subagyo berusaha memberikan kasih sayang. Sama saja Ainun
dirumah dan di kampung halaman, aktif, ceria dan pemberani. Seolah tidak
mengerti kondisi bahwa sekitarnya merasa iba dengan dirinya.
Hiduonya biasa-biasa saja hingga memasuki sekolah menengah
atas. Sebelumnya tidak pernah merasa berat. Sebelumnya tidak pernah merasa
terbebani. Mungkin pengaruh usianya yang masih kecil, Ainun menganggap kakak
bukan sebagai peran tapi panggilan. Sebelumnya, Ainun tidak pernah mendengar
orang tuanya berkata “kamu itu kakak, jadi contoh buat adik”. Saat itu hubungannya dengan adik memang tidak
dekat, biasa saja. Namun, setelah adik laki-laki lahir di usianya yang 16
tahun, peran itu dirasa sangat berat dan sulit.
Ketika tahu Juwahyuni sedang mengandung adik laki-lakinya,
Ainun menangis. Dia mulai tahu tanggung jawab yang akan dia hadapi. Mulai dari
membantu mengawasi, mengasuh hingga masalah pendidikannya kelak. Ainun sudah
mulai takut untuk melakukan itu semua nanti.
Benar saja. Adik laki-laki Ainun kini mulai tumbuh besar.
Usia Juwahyuni yang seharusnya sudah bisa berehat, sekarang masih harus
mengasuh anak kecil. Sehari-hari tiada hari tanpa reributan. Bagi Ainun, tiada
hari tanpa mendengar ibunya mengeluh karena adik lelakinya. Bebannya mulai
terasa sangat berat ketika semua masalah keluarga, Juwahyuni hanya cerita
kepada dirinya. Masalah pendidikan adik lelakinya, keberlanjutan sekolah adik
perempuannya hingga masalah finansial.
Ainun selalu berusaha menjadi tempat yang baik. Mendengakan
dan terkadang memberikan masukan. Tapi, ya begitu, belum tentu didengarkan.
Belum lagi masalah pekerjaan rumah. Kalau didengar, hanya Ainun yang diminta
membantu. Kata “kakak harus jadi contoh adik-adiknya” semakin sering terdengar.
Beberes rumah, mencuci piring hingga mengurus pakaian, Ainun selalu diandalkan.
Belum lagi ketika bertutur kata dan bersikap. Ainun mencoba menampilkan yang
terbaik didepan adik-adiknya.
Menjadi anak pertama bagi sebuah keluarga memang sebuah
posisi. Lebih dari itu menjadi kakak tertua adalah sebuah peran. Memang itu
menjadi beban. Maka berperanlah sesuai yang dibutuhkan dan yang sudah
diberikan.
0 comments:
Post a Comment