Keunikan dan Keanekaragaman dalam Film Yowis Ben 2


poster film Yowis Ben 2




Film Yowis Ben 2 hadir sebagai kelanjutan Film Yowis Ben yang pertama yang menghisahkan tentang Remaja SMA yang membentuk sebuah band, Film drama komedi yang disutradarai oleh Fajar Nugros dan co-director Bayu Skak telah meramaikan pasar komedi-drama di perfilman Indonesia. Yowis Ben 2 menceritakan kelanjutan kisah Bayu, Doni, Nando, dan Yayan, dengan berbagai permasalahan yang beragam.

Fokus dari cerita Film ini adalah bagaimana band itu bisa menghidupi diri masing-masing, dan menjadi ajang pembuktian kepada keluarga, sahabat, kerabat, dan juga pasangannya. Ada cerita Bayu dengan masalah ekonomi keluarganya, Nando si anggota band yang paling kalem dan ayahnya yang akan menikah lagi, Yayan yang menikah dengan proses Ta’aruf hingga Doni yang masih jomblo karena ditolak oleh wanita yang disukainya. Ini yang menjadikan Film Yowis Ben 2 ini mempunyai pesan dari beragam permasalahan yang dialami oleh pemerannya seperti layaknya kehidupan nyata saat ini.


foto : instagram/moektito







Tidak hanya menceritakan kehidupan dari anak band, Yowis Ben 2 juga membahas berbagai hal dari keberagaman budaya hingga kehidupan sosial, dengan kekuatannya bercerita tentang kehidupan masyarakat di Suku Jawa dan penggunaan khas Bahasa Jawa disetiap adegannya membuat Film ini mampu mengangkat pasar film yang menggunakan bahasa daerah, apalagi bahasa daerahnya tidak hanya satu melainkan Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.

Film ini merupakan film komedi yang mempunyai ciri khas karena menggunakan bahasa daerah sebagai pancingan untuk menjadikan sebuah jokes dan tak jarang orang pun paham walaupun dengan bahasa daerah karena masih berkaitan dengan dunia nyata, dengan diperankan oleh banyaknya komika tanah air menjadikan film ini mampu menampilkan banyak scene lucu yang dipahami oleh penontonnya, namun penonton sulit untuk membuat tawa yang lama dikarenakan durasi komedinya terkesan cepat hilang karena berpindahnya scene komedi ke scene selanjutnya.

Dalam segi sinematografi, film ini mampu menyajikan gambar yang enak untuk dipandang karena memang menggaet salah satu sinematografer yaitu Goen Rock, dan film ini sangat memaksimalkan setting latar, ada yang benar-benar berada di lapas, di panti jompo, dan tempat dengan bentuk asli lainnya, namun ada salah satu teknik pengambilan gambar dengan Perspektif Orang Pertama yang hanya ditampilkan beberapa scene saja, yang terkesan nanggung dan memperlihatkan perbedaan warna gambar yang cukup njomplang.

Dengan adanya pemeran baru di film ini membuat penonton dituntut harus menghafalkan karakter baru yang tersedia, dan titik pertemuannya terkesan terpaksa dan dijelaskan dengan alur mundur ber adegan masalalu, efek kebetulannya sangat dipaksakan seperti pertemuan antara Asih dan Bayu ketika di pesawat dan bertemu dibandung, dan Asih tiba-tiba melanjutkan kuliah di Malang padahal tidak dijelaskan basic dari pemeran Asih ini.

foto : instagram/moektito


Perpindahan dari anggota Yowis Ben ini dari Jawa Timur ke Jawa Barat dan mempelajari budaya baru membuat film ini memberikan pesan indahnya sebuah keberagaman budaya Indonesia, namun secara pengemasan adegannya tidak dikemas secara matang dan terkesan terburu-buru tanpa membuat penonton mendalami pesan yang diberikan, pesan moral maupun pesan komedi ada yang mampu diterima secara cepat adapun yang harus dipikirkan setelah masuk ke adegan setelahnya. 

foto : phinemo

Meskipun demikian, Keberagaman budaya, perpaduan akting dan komedi dari pemeran muda dan tua yang mampu menghibur menjadikan film ini menarik untuk ditonton, semoga ada kelanjutannnya lagi di Sekuel ke tiganya.

0 comments:

Post a Comment