MALAS

Gambar terkait

Minggu merupakan satu dari tujuh hari yang biasanya digunakan seseorang untuk bermalas-malasan. Dengan alasan menghilangkan penat seusai bekerja, sekolah, maupun kuliah. Ada yang memilih untuk berlibur tetapi ada pula yang memilih untuk tidak pergi kemana-mana. Begitu pula dengan Agung, sebuah nama istimewa yang lahir dari perdebatan panjang antara ayah, ibu, para kakek, dan para nenek yang sangat menyayanginya. Agung tinggal ngekos disebuah daerah perumahan yang ada di kota Bandung. Tempat kosannya bukan berada di kawasan elit. Agung menghabiskan hari Minggunya dengan memilih untuk bersantai di kosan.

Agung adalah orang yang kurang memperhatikan masalah pendidikan. Menurutnya berkuliah hanya menghabiskan uang dan membuang-buang tenaga. Menurutnya berkuliah tidak menjamin seseorang menjadi kaya. Benar dan terbukti, pendidikan tinggi bukan jaminan hidup kaya, setidaknya itulah yang Agung tahu.

Namun meski demikian, Agung tidak menyesal berkuliah dengan alasan perintah kedua orang tua. Agung mempunyai prinsip ketika sedang duduk di SMA, Agung bersekolah hanya ingin mendapatkan ijazah, tidak membutuhkan yang namanya ilmu. Tiga tahun masa SMA sudah menghabiskan waktu dan pikirannya.

Begitulah jalan pikiran dan pandangannya terhadap pendidikan. Baginya uang lebih menarik dari pada ilmu. Namun, kini Agung tersadar bahwa pentingnya ilmu bagi kehidupannya. Dengan ilmu manusia dapat bersinerji dengan manusia lain dengan baik, dan tanpa ilmu tentu manusia buta terhadap pengetahuan yang sangat berguna bagi manusia.

Mungkin lingkungan yang memang membuatnya menjadi orang yang tidak peduli dengan pendidikan. Di desanya, berada di daerah Bogor memanglah satu desa tidak ada yang memiliki pendidikan tinggi.

Bahkan pada usia dini mereka sudah menikah dan membina rumah tangga. Inilah mengapa kepribadiannya bisa seperti ini karena memang Agung dibentuk dari lingkungan yang memang tidak peduli dengan pendidikan.

Ketika bersekolah, Agung harus ke desa sebelah yang letaknya jauh dari desanya. Saat SMA, Agung sering sekali dihukum karena memang merupakan murid paling nakal. Bahkan Agung sering membolos dengan teman-temannya.

Ada banyak kenakalan yang Agung lakukan selama di SMA. Bukan sekali dua kali tapi berkali-kali Agung melakukan perbuatan yang dilarang di sekolah. Sampai akhirnya, pada suatu ketika Agung di panggil keruangan BK.

”Tok-tok... tok-tok,” bunyi pintu ruangan BK diketok.

”Iya masuk,” jawab Guru BK dari dalam ruangan tersebut.

Lalu Agung masuk keruangan dan menemui Guru BK.

”Maaf pak, saya kesini disuruh ngapain ya?” Agung bertanya.

”Menurut kamu kenapa saya panggil kamu kesini?” tanya Guru BK setelah Agung duduk.

”Enggak tau pak,” jawabnya singkat sambil menunduk.

”Biar kalian tahu, sekarang kalian keluar dan ingat-ingat kesalahan kalian, sambil lari keliling lapangan!” perintah Guru BK.

Apa boleh dikata, Agung dan teman-temannya harus melaksanakan perintah tersebut. Setelah 30 menit berlari, Guru BK mendatangi mereka yang sedang berlari dan bertanya,

”Apakah kalian sudah tahu kesalahan kalian?” tanya Guru BK lagi.

”Iya pak kami sudah tahu, kemarin kami bolos sekolah,” jawabnya serempak.

”Saya harus bagaimana menghadapi kalian! Ini sudah bolos yang berapa kali! Apa perlu saya panggil orang tua kalian!” ungkap Guru BK tersebut sambil marah-marah.

Agung dan teman-temannya hanya menunduk tanpa ada satupun yang menjawab pertanyaan dari Guru BK.

Begitulah kisah ketika dulu pada saat Agung duduk di bangku SMA. Kini Agung menjalani kehidupan barunya di kosan untuk melanjutkan kuliah di kota Bandung. Agung mulai bertemu dengan teman baru yang hebat dengan intelektual tinggi.

Tak terasa hari Minggu telah usai, Agung masih belum siap menghadapi aktivitas kuliah yang membosankan baginya.

“Gung, kamu gak berangkat kuliah hari ini? Ini sudah siang loh. Ayo berangkat bareng,” tanya Sany salah satu teman kosnya.

“Berangkat duluan aja, aku malas mau berangkat kuliah San. Bolos sehari aja gak papa, absenku masih dua kali kok. Lagian hari ini gak ada tugas atau presentasi, palingan juga materi biasa. Santai aja, San.”

“Ya jangan gitu dong! Kamu itu kuliah dibayarin sama orang tua. Kasihan orang tuamu, lagian menuntut ilmu gak bisa disepelekan gitu aja. Hukum menuntut ilmu itu fardlu ‘ain atau wajib dilakukan oleh umat muslim, jadi kamu gak boleh malas-malasan Gung,” jawab Sany menyanggah.

“Sudahlah San, aku masih ngantuk mau tidur lagi. Kamu berangkat aja, nanti telat malah gak dapat absen loh.”

Melihat Agung malas berangkat kuliah, Sany menjadi dongkol dan terus menasehatinya supaya Agung berangkat kuliah.

“Kamu bisa bayangin gak sih? Diluar sana masih banyak teman-teman kita yang ingin kuliah tapi keterbatasan biaya. Untuk makan aja susah apalagi kuliah, mereka harus membanting tulang untuk menyambung hidupnya. Terkadang sehari aja mereka gak makan karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli sesuap nasi. Mereka ingin hidup enak sepertimu Gung, memiliki orang tua yang berpenghasilan cukup,” jelas Sany memberi tahu Agung.

Kemudian Agung tersadar dan akhirnya mau berangkat kuliah walau agak terlambat. Mereka berdua menggunakan sepeda motor untuk sampai ke kampus. Di perjalanan Agung melihat anak sebayanya mengenakan pakaian compang-camping mengemis di seberang lampu lalu lintas. Dalam hati dia berkata “Alangkah beruntungnya aku, masih memiliki keluarga yang mencukupi kehidupanku tapi aku malah malas kuliah. Sedangkan anak itu aja bisa semangat menjalani kehidupannya. Seharusnya aku selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan.”

0 comments:

Post a Comment